SYARAH ALFIYAH WAHIDIYAH
MENGGAPAI MA'RIFAT & MENJERNIHKAN HATI DENGAN SHOLAWAT WAHIDIYAH
Sunday, December 1, 2013
WALIYULLAH
Adapun Peranan Waliyullah sebagai brikut:
Abu Hasan Ali Hujwiri dalam kitabnya yang berjudul Kasyf Al-Mahjub,
mengatakan bahwa:
**wali Akhyar sebanyak 300 orang,
**wali Abdal sebanyak 40 orang,
** wali Abrar sebanyak 7 orang,
**wali Autad sebanyak 4 orang,
**wali Nuqaba sebanyak 3 orang dan
**wali Quthub atau Ghauts sebanyak 1 orang.
Sedangkan menurut Syaikhul Akbar Muhyiddin ibnu `Arabi dalam kitabnya al-Futuhat al-Makkiyyah membuat pembagian tingkatan wali dan kedudukannya. Jumlah mereka sangat banyak, ada yang terbatas dan yang tidak terbatas. Sedikitnya terdapat 9 tingkatan, secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut:
1. Wali Quthub al-Aqthab atau Wali Quthub al-Ghauts
Wali yang sangat paripurna. Ia memimpin dan menguasai wali diseluruh alam semesta. Jumlahnya hanya seorang setiap masa. Jika wali ini wafat, maka Wali Quthub lainnya yang menggantikan.
2. Wali Aimmah
Pembantu Wali Quthub. Posisi mereka menggantikan Wali Quthub jika wafat. Jumlahnya dua orang dalam setiap masa. Seorang bergelar Abdur Robbi, bertugas menyaksikan alam malakut. Dan lainnya bergelar Abdul Malik, bertugas menyaksikan alam malaikat.
3. Wali Autad
Jumlahnya empat orang. Berada di empat wilayah penjuru mata angin, yang masing-masing menguasai wilayahnya. Pusat wilayah berada di Kaabah. Kadang dalam Wali Autad terdapat juga wanita. Mereka bergelar Abdul Hayyi, Abdul Alim, Abdul Qadir dan Abdul Murid.
4. Wali Abdal
Abdal berarti pengganti. Dinamakan demikian karena jika meninggal di suatu tempat, mereka menunjuk penggantinya. Jumlah Wali Abdal sebanyak tujuh orang, yang menguasai ketujuh iklim. Pengarang kitab al-Futuhatul Makkiyyah dan Fushus Hikam yang terkenal itu (Muhyiddin ibnu 'Arabi) mengaku pernah melihat dan bergaul baik dengan ke tujuh Wali Abdal di Makkatul Mukarramah.
Pada tahun 586 di Spanyol, Muhyiddin ibnu 'Arabi bertemu Wali Abdal bernama Musa al-Baidarani. Sahabat Muhyiddin ibnu 'Arabi yang bernama Abdul Majid bin Salamah mengaku pernah juga bertemu Wali Abdal bernama Muâ'az bin al-Asyrash. Beliau kemudian menanyakan bagaimana cara mencapai kedudukan Wali Abdal. Ia menjawab dengan lapar, tidak tidur dimalam hari, banyak diam dan mengasingkan diri dari keramaian.
5. Wali Nuqobaa
Jumlah mereka sebanyak 12 orang dalam setiap masa. Allah memahamkan mereka tentang hukum syariat. Dengan demikian mereka akan segera menyadari terhadap semua tipuan hawa nafsu dan iblis. Jika Wali Nuqobaa melihat bekas telapak kaki seseorang diatas tanah, mereka mengetahui apakah jejak orang alim atau bodoh, orang baik atau tidak.
6. Wali Nujabaa
Jumlahnya mereka sebanyak 8 orang dalam setiap masa.
7. Wali Hawariyyun
Berasal dari kata hawari, yang berarti pembela. Ia adalah orang yang membela agama Allah, baik dengan argumen maupun senjata. Pada zaman nabi Muhammad sebagai Hawari adalah Zubair ibnu Awam. Allah menganugerahkan kepada Wali Hawariyyun ilmu pengetahuan, keberanian dan ketekunan dalam beribadah.
8. Wali Rajabiyyun
Dinamakan demikian, karena karomahnya muncul selalu dalam bulan Rajab. Jumlah mereka sebanyak 40 orang. Terdapat di berbagai negara dan antara mereka saling mengenal. Wali Rajabiyyun dapat mengetahui batin seseorang. Wali ini setiap awal bulan Rajab, badannya terasa berat bagaikan terhimpit langit. Mereka berbaring diatas ranjang dengan tubuh kaku tak bergerak. Bahkan, akan terlihat kedua pelupuk matanya tidak berkedip hingga sore hari. Keesokan harinya perasaan seperti itu baru berkurang. Pada hari ketiga, mereka menyaksikan peristiwa ghaib.
Berbagai rahasia kebesaran Allah tersingkap, padahal mereka masih tetap berbaring diatas ranjang. Keadaan Wali Rajabiyyun tetap demikian, sesudah 3 hari baru bisa berbicara.
Apabila bulan Rajab berakhir, bagaikan terlepas dari ikatan lalu bangun. Ia akan kembali ke posisinya semula. Jika mereka seorang pedagang, maka akan kembali ke pekerjaannya sehari-hari sebagai pedagang.
9. Wali Khatam
Khatam berarti penutup. Jumlahnya hanya seorang dalam setiap masa. Wali Khatam bertugas menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan ummat nabi Muhammd saw.
Jumlah para Auliya yang berada dalam manzilah-manzilah ada 356 sosok, yang mereka itu ada dalam kalbu Adam, Nuh, Ibrahim, Jibril, Mikail, dan Israfil. Dan ada 300, 40, 7, 5, 3 dan 1. Sehingga jumlah kerseluruhan 356 tokoh. Hal ini menurut kalangan Sufi karena adanya hadits yang menyebut demikian.
Sedangkan menurut Syaikh al-Akbar Muhyiddin ibnu 'Arabi (menurut beliau muncul dari mukasyafah) maka jumlah keseluruhan Auliya yang telah disebut diatas, sampai berjumlah 589 orang. Diantara mereka ada satu orang yang tidak mesti muncul setiap zaman, yang disebut sebagai al-Khatamul Muhammadi, sedangkan yang lain senantiasa ada di setiap zaman tidak berkurang dan tidak bertambah. Al-Khatamul Muhammadi pada zaman ini (zaman Muhyiddin ibnu 'Arabi), kami telah melihatnya dan mengenalnya (semoga Allah menyempurnakan kebahagiaannya), saya tahu ia ada di Fes (Marokko) tahun 595 H. Sementara yang disepakati kalangan Sufi, ada 6 lapisan para Auliya, yaitu para Wali: Ummahat, Aqthab, A'immah, Autad, Abdal, Nuqaba dan Nujaba.
Pada pertanyaan lain : Siapa yang berhak menyandang Khatamul Auliya sebagaimana gelar Khatamun Nubuwwah yang disandang oleh Nabi Muhammad saw?.
Ibnu Araby menjawab :
Al-Khatam itu ada dua: Allah menutup Kewalian (mutlak), dan Allah menutup Kewalian Muhammadiyah. Penutup Kewalian mutlak adalah Nabi Isa Alaihissalaam. Dia adalah Wali dengan Nubuwwah Mutlak, yang kelak turun di era ummat ini, dimana turunnya di akhir zaman, sebagai pewaris dan penutup, dimana tidak ada Wali dengan Nubuwwah Mutlak setelah itu. Ia disela oleh Nubuwwah Syari'at dan Nubuwwah Risalah. Sebagaimana Nabi Muhammad saw sebagai Penutup Kenabian, dimana tidak ada lagi Kenabian Syariat setelah itu, walau pun setelah itu masih turun seperti Nabi Isa, sebagai salah satu dari Ulul 'Azmi dari para Rasul dan Nabi mulia. Maka turunnya Nabi Isa sebagai Wali dengan Nubuwwah mutlaknya, tetapi aturannya mengikuti aturan Nabi Muhammad saw, bergabung dengan para Wali dari ummat Nabi Muhammad lainnya. Ia termasuk golongan kita dan pemuka kita.
Pada mulanya, ada Nabi, yaitu Adam as. Dan akhirnya juga ada Nabi, yaitu Nabi Isa, sebagai Nabi Ikhtishah (kekhususan), sehingga Nabi Isa kekal di hari mahsyar ikut terhampar dalam dua hamparan mahsyar. Satu Mahsyar bersama kita, dan satu mahsyar bersama para Rasul dan para Nabi.
Adapun Penutup Kewalian Muhammadiyah, saat ini (zaman Muhyiddin ibnu 'Arabi) ada pada seorang dari bangsa Arab yang memiliki kemuliaan sejati. Saya kenal di tahun 595 H. Saya melihat tanda rahasia yang diperlihatkan oleh Allah Ta'ala pada saya dari kenyataan ubudiyahnya, dan saya lihat itu di kota Fes, sehingga saya melihatnya sebagai Penutup Kewalian Muhammadiyah darinya. Dan Allah telah mengujinya dengan keingkaran berbagai kalangan padanya, mengenai hakikat Allah dalam sirr-nya.
Sebagaimana Allah menutup Nubuwwah Syariat dengan Nabi Muhammad SAW, begitu juga Allah menutup Kewalian Muhammadi, yang berhasil mewarisi Al-Muhammadiyah, bukan diwarisi dari para Nabi. Sebab para Wali itu ada yang mewarisi Ibrahim, Musa, dan Nabi Isa, maka mereka itu masih kita dapatkan setelah munculnya Khatamul Auliya' Muhammadi, dan setelah itu tidak ada lagi Wali pada Kalbu Muhammad saw. Inilah arti dari Khatamul Wilayah al-Muhammadiyah. Sedangkan Khatamul Wilayah Umum, dimana tidak ada lagi Wali setelah itu, ada pada Nabi Isa Alaissalam. Dan kami menemukan sejumlah kalangan sebagai Wali pada Kalbu Nabi Isa As, dan sejumlah Wali yang berada dalam Kalbu para Rasul lainnya.
Dilain tempat, Ibnu 'Arabi mengatakan bahwa dirinyalah yang menjadi Segel (Penutup) Kewalian Muhammad. Beberapa wali yang pernah mencapai derajat wali Quthub al-Aqthab (Quthub al-Ghaus) pada masanya :
• Sayyid Hasan ibnu Ali ibnu Abi Thalib
• Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz
• Syaikh Yusuf al-Hamadani
• Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
• Syaikh Ahmad al-Rifa'i
• Syaikh Abdus Salam ibnu Masyisy
• Syaikh Ahmad Badawi
• Syaikh Abu Hasan asy-Syazili
• Syaikh Muhyiddin ibnu Arabi
• Syaikh Muhammad Bahauddin an-Naqsabandi
• Syaikh Ibrahim Addusuqi
• Syaikh Jalaluddin Rumi
Syaikh Abdul Qadir al-Jilani
Beliau pernah berkata Kakiku ada diatas kepala seluruh wali. Menurut Abdul Rahman Jami dalam kitabnya yang berjudul Nafahat Al-Uns, bahwa beberapa wali terkemuka diberbagai abad sungguh-sungguh meletakkan kepala mereka dibawah kaki Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.
Syaikh Ahmad al-Rifa'i
Sewaktu beliau pergi Haji, ketika berziarah ke Maqam Nabi Muhammad Saw, maka nampak tangan dari dalam kubur Nabi bersalaman dengan beliau dan beliau pun terus mencium tangan Nabi SAW yang mulia itu. Kejadian itu dapat disaksikan oleh orang ramai yang juga berziarah ke Maqam Nabi Saw tersebut. Salah seorang muridnya berkata :
"Ya Sayyidi! Tuan Guru adalah Quthub". Jawabnya; "Sucikan olehmu syak mu daripada Quthubiyah". Kata murid: "Tuan Guru adalah Ghaus!". Jawabnya: "Sucikan syakmu daripada Ghausiyah".
Al-Imam Sya'roni mengatakan bahwa yang demikian itu adalah dalil bahwa Syaikh Ahmad al-Rifa'i telah melampaui "Maqamat" dan "Athwar" karena Qutub dan Ghauts itu adalah Maqam yang maklum (diketahui umum).
Sebelum wafat beliau telah menceritakan kapan waktunya akan meninggal dan sifat-sifat hal ihwalnya beliau. Beliau akan menjalani sakit yang sangat parah untuk menangung bilahinya para makhluk. Sabdanya, Aku telah di janji oleh Allah, agar nyawaku tidak melewati semua dagingku (daging harus musnah terlebih dahulu). Ketika Sayyidi Ahmad Al-Rifa'i sakit yang mengakibatkan kewafatannya, beliau berkata, "Sisa umurku akan kugunakan untuk menanggung bilahi agungnya para makhluk.
Kemudian beliau menggosok-ngosokkan wajah dan uban rambut beliau dengan debu sambil menangis dan beristighfar . Yang dideritai oleh Sayyidi Ahmad Al-Rifa'i ialah sakit "Muntah Berak". Setiap hari tak terhitung banyaknya kotoran yang keluar dari dalam perutnya. Sakit itu dialaminya selama sebulan. Hingga ada yang tanya, Kok, bisa sampai begitu banyaknya yang keluar, dari mana ya kanjeng syaikh. Padahal sudah dua puluh hari tuan tidak makan dan minum.
Beliau menjawab, Karena ini semua dagingku telah habis, tinggal otakku, dan pada hari ini nanti juga akan keluar dan besok aku akan menghadap Sang Maha Kuasa. Setelah itu ketika wafatnya, keluarlah benda yang putih kira-kira dua tiga kali terus berhenti dan tidak ada lagi yang keluar dari perutnya. Demikian mulia dan besarnya pengorbanan Aulia Allah ini sehingga sanggup menderita sakit menanggung bala yang sepatutnya tersebar ke atas manusia lain. Wafatlah Wali Allah yang berbudi pekerti yang halus lagi mulia ini pada hari Kamis waktu duhur 12 Jumadil Awal tahun 570 Hijrah. Riwayat yang lain mengatakan tahun 578 Hijrah.
Syaikh Ahmad Badawi
Setiap hari, dari pagi hingga sore, beliau menatap matahari, sehingga kornea matanya merah membara. Apa yang dilihatnya bisa terbakar, khawatir terjadinya hal itu, saat berjalan ia lebih sering menatap langit, bagaikan orang yang sombong. Sejak masa kanak kanak, ia suka berkhalwat dan riyadhoh, pernah empat puluh hari lebih perutnya tak terisi makanan dan minuman. Ia lebih memilih diam dan berbicara dengan bahasa isyarat, bila ingin berkomunikasi dengan seseorang. Ia tak sedetikpun lepas dari kalimat toyyibah, berdzikir dan bersholawat.
Pada usia dini beliau telah hafal Al-Quran, untuk memperdalam ilmu agama ia berguru kepada syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan syaikh Ahmad Rifai. Suatu hari, ketika beliau telah sampai ketingkatannya, Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, menawarkan kepadanya: "Manakah yang kau inginkan ya Ahmad Badawi, kunci Masyriq atau Maghrib, akan kuberikan untukmu", hal yang sama juga diucapkan oleh gurunya Syaikh Ahmad Rifai, dengan lembut, dan karna menjaga tatakrama murid kepada gurunya, ia menjawab; Aku tak mengambil kunci kecuali dari al-Fattah (Allah ).
Peninggalan syaikh Ahmad Badawi yang sangat utama, yaitu bacaan shalawat badawiyah sughro dan shalawat badawiyah kubro.
Syaikh Abu Hasan asy-Syazili
Keramat itu tidak diberikan kepada orang yang mencarinya dan menuruti keinginan nafsunya dan tidak pula diberikan kepada orang yang badannya digunakan untuk mencari keramat. Yang diberi keramat hanya orang yang tidak merasa diri dan amalnya, akan tetapi dia selalu tersibukkan dengan pekerjaan-pekerjaan yang disenangi Allah dan merasa mendapat anugerah (fadhal) dari Allah semata, tidak menaruh harapan dari kebiasaan diri dan amalnya.
Di antara keramatnya para Shiddiqin ialah :
1. Selalu taat dan ingat pada Allah swt. secara istiqamah (kontineu).
2. Zuhud (meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi).
3. Bisa menjalankan perkara yang luar bisa, seperti melipat bumi, berjalan di atas air dan sebagainya.
Diantara keramatnya Wali Qutub ialah :
1. Mampu memberi bantuan berupa rahmat dan pemeliharaan yang khusus dari Allah swt.
2. Mampu menggantikan Wali Qutub yang lain.
3. Mampu membantu malaikat memikul Arsy.
4. Hatinya terbuka dari haqiqat dzatnya Allah swt. dengan disertai sifat-sifat-Nya.
Beliau pernah dimintai penjelasan tentang siapa saja yang menjadi gurunya. Kemudian beliau menjawab, Guruku adalah Syaikh Abdus Salam ibnu Masyisy, akan tetapi sekarang aku sudah menyelami dan minum sepuluh lautan ilmu. Lima dari bumi yaitu dari Rasululah saw, Abu Bakar r.a, Umar bin Khattab r.a, Usman bin Affan r.a dan Ali bin Abi Thalib r.a, dan lima dari langit yaitu dari malaikat Jibril, Mika'il, Isrofil, Izro'il dan ruh yang agung.
Beliau pernah berkata, Aku diberi tahu catatan muridku dan muridnya muridku, semua sampai hari kiamat, yang lebarnya sejauh mata memandang, semua itu mereka bebas dari neraka. Jikalau lisanku tak terkendalikan oleh syariat, aku pasti bisa memberi tahu tentang kejadian apa saja yang akan terjadi besok sampai hari kiamat. Syekh Abu Abdillah Asy-Syathibi berkata, Aku setiap malam banyak membaca Radiyallahu'an Asy-Syekh Abul Hasan dan dengan ini aku berwasilah meminta kepada Allah swt apa yang menjadi hajatku, maka terkabulkanlah apa saja permintaanku.
Lalu aku bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad saw. dan aku bertanya, Ya Rasulallah, kalau seusai shalat lalu berwasilah membaca Radiya Allahu ˜An Asy-Syaikh Abu Hasan dan aku meminta apa saja kepada Allah swt, apa yang menjadi kebutuhanku lalu dikabulkan, seperti hal tersebut apakah diperbolehkan atau tidak?. Lalu Nabi saw menjawab, Abu Hasan itu anakku lahir batin, anak itu bagian yang tak terpisahkan dari orang tuanya, maka barang siapa bertawassul kepada Abu Hasan, maka berarti dia sama saja bertawassul kepadaku.
Peninggalan syaikh Abu Hasan asy-Syazili yang sangat utama, yaitu Hizib Nashr dan Hizib Bahar. Orang yang mengamalkan Hizib Bahar dengan istiqomah, akan mendapat perlindungan dari segala bala. Bahkan, bila ada orang yang bermaksud jahat mau menyatroni rumahnya, ia akan melihat lautan air yang sangat luas. Si penyatron akan melakukan gerak renang layaknya orang yang akan menyelamatkan diri dari daya telan samudera. Bila di waktu malam, ia akan terus melakukan gerak renang sampai pagi tiba dan pemilik rumah menegurnya. Hizib Bahar ditulis syaikh Abu Hasan asy-Syazili di Laut Merah (Laut Qulzum).
Di laut yang membelah Asia dan Afrika itu syaikh Abu Hasan asy-Syazili pernah berlayar menumpang perahu. Di tengah laut tidak angin bertiup, sehingga perahu tidak bisa berlayar selama beberapa hari. Dan, beberapa saat kemudian Syaikh al-Syadzili melihat Rasulullah. Beliau datang membawa kabar gembira. Lalu, menuntun syaikh Abu Hasan asy-Syazili melafazkan doa-doa. Usai syaikh Abu Hasan asy-Syazili membaca doa, angin bertiup dan kapal kembali berlayar.
PESERTA MUJAHADAH KUBRO
Hal-hal yang harus diperhatikan oleh peserta Mujahadah Kubro Wahidiyah :
Terlebih dahulu mendaftarkan diri sebagai peserta Mujahadah Kubro di stan penerima tamu dan memakai tanda peserta didada sebelah kiri.
Selanjutnya ikutilah kegiatan-kegiatan berikut sebaik-baiknya :
* Sholat Maktubah berjama’ah;
* Sholat Tasbih berjama’ah;
* Sholat Witir berjama’ah;
* Mujahadah setiap ba’da sholat;
* Mujahadah antar waktu;
* Mujahadah Nonstop;
* Mujahadah khusus Panitia;
* Resepsi Mujahadah Kubro Wahidiyah;
* Ziarah Maqom/Mujahadah di Maqom Mbah Yahi Ma'roef Ra dan Mbah Yahi Abdul Madjid Ma'roef Mu'allif Sholawat wahidiyah Qs wa Ra;
* Pasowanan di nDalem kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid Ra, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Al-Munadhoroh.
Harus memperhatikan tentang keamanan, kedisiplinan, ketertiban, kebersihan, kesucian, kesehatan, dll. selama mengikuti Mujahadah Kubro.
Usahakan membawa oleh-oleh dari Kedunglo seperti : Air minum zamzam Mbah Ma'roef Ra, buku-buku Wahidiyah, rekaman casset2 Wahidiyah, Cendramata Wahidiyah lainnya....
Suka · · Promosikan · Bagikan
Febriaris Praewijanto, Ida Bagus Wibowo, Uswatun Yusufa dan 43 lainnya menyukai ini.
Adrian Agustinus Air zam2nya dsbelah mna utk mndptknnya pak dim?
17 November pukul 10:27 melalui seluler · Batal Suka · 2
Ahmad Dimyathi di sumur utara panggung Mbah Ma'roef Ra.
17 November pukul 10:32 · Suka · 1
Adrian Agustinus Brti sblh utara makom mbh.ma'roef tu pak?oya cuma2 pa beli
17 November pukul 10:38 melalui seluler · Suka · 1
Ahmad Dimyathi Subhan SPd
Marhaban Mujahadah Kubro ! Betapa bahagia ini tak ada bandingnya, krn walau sangat hina dina dg dosa, diri ini tetap sangat mengharap (raja') barokah istimewa dari perhelatan suci Beliau Imamul 'Arifien RA. Diri ini haqqul yaqien bhw Beliau RA Rauf Rahiem pada murid yg merintih memohon diselamatkan dari lembah Murka ALLAH! Menanti tibanya Muj Kubro, kami wuqufkan hati d HATI BELIAU RA YG LAGi THAWAF Di HADLRATILLAH.
17 November pukul 11:21 · Suka · 1
Ahmad Dimyathi BUKAN SEBELAH UTARA MAQOM MBAH MA'ROEF, TAPI DI SUMUR MBAH MA'ROEF/JEDING BUNDER..., CUMA2 GA BELI...BAWA BOTOL SENDIRI..., IZIN AJA SAMA PENGURUS PONDOK KEDUNGLO...
17 November pukul 11:30 · Suka · 2
Adrian Agustinus Ya pak dim.trimakasih infonya
17 November pukul 11:34 melalui seluler · Suka · 1
Adrian Agustinus Oya tepatnya sblh mna sma makom mbh ma'roef tu pak?
17 November pukul 11:35 melalui seluler · Suka · 1
Ahmad Dimyathi BISA UNTUK OBAT LO... DENGAN TAWASSULAN DAN TABARRUKAN SAMA MBAH MA'ROF RA.. BACA AJA DOA TAWASSUL ITU...
17 November pukul 11:37 · Suka · 1
Adrian Agustinus Sya baru tau ini pak dim ttg sumur mbh ma'roef.oya doa tawasulnya klo brkenan di inboxan pak dim
17 November pukul 14:35 melalui seluler · Suka · 1
Ahmad Dimyathi BOLEH AMALKAN YA...
17 November pukul 14:54 · Suka · 1
Ahmad Dimyathi YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !
MBAH KH. MOHAMMAD MA'ROF RA ( 1852 - 1955 M / 1271 - 1374 H )
DO'A :
BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM.
ALLOOHUMMA BALLIGH EMBAH YAHI MA'ROF RA, SALAAMANAA WATAHIYYATANAA WABALLIGHNAA SYAFAA'ATAHUU WADU'AA-AHUU FIDDIINI WAD-DUN-YA WAL AAKHIROH, BIJAAHI SAYYIDINAA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU 'ALAIHI WA SALLAM, WA'ALAA AALIHI WASHOHBIHII WATTAABI'IIN. WAL HAMDULILLAAHI ROBBIL 'AALAMIIN !.
(DENGAN NAMA ALLOH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG. YAA ALLOH, SAMPAIKANLAH SALAM HORMAT KAMI KEPADA EMBAH YAHI MA'ROEF RA, DAN SAMPAIKANLAH KEPADA KAMI DO'A DAN BAROKAH BELIAU, DALAM URUSAN AGAMA DAN URUSAN DUNIA DAN URUSAN AKHERAT, BERKAT KEAGUNGAN KANJENG NABI MUHAMMAD SHOLLALLOOHU 'ALAIHI WA SALLAM WA 'ALAA AALIHI WASHOHBIHII WAT-TAABI'IIN. WALHAMDULILLAHI ROBBIL 'AALAMIIN !. AMIIN !.
17 November pukul 15:09 · Suka · 2
Adrian Agustinus Trmksih pak dim.oya klo pas mujhdh makom bliau pa ini jg dbca,klo dbca shbs mujhdh ato gmn ni pak dim?ato lbh tepatnya pa yg dbca ktika ziarah ke mkm mbh ma'roef&mbh.abdul madjid?
17 November pukul 15:31 melalui seluler · Suka · 1
Ahmad Dimyathi Boleh, dengan didahului Mujahadah bilangan 717, kalau ziaroh maqom Mbah Yahi Abdul Madjid Ma'roef Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra, tambah aja dengan menyebut nama Beliau Mbah Yahi Qs wa Ra. Sehingga menjadi : "
BISMILLAAHIR ROHMAANIR ROHIIM.
ALLOOHUMMA BALLIGH EMBAH YAHI MA'ROF RA, EMBAH YAHI ABDUL MADJID MA'ROEF MU'ALLIF SHOLAWAT WAHIDIYAH QS WA RA, SALAAMANAA WATAHIYYATANAA WABALLIGHNAA SYAFAA'ATAHUU WADU'AA-AHUU FIDDIINI WAD-DUN-YA WAL AAKHIROH, BIJAAHI SAYYIDINAA MUHAMMADIN SHOLLALLOOHU 'ALAIHI WA SALLAM, WA'ALAA AALIHI WASHOHBIHII WATTAABI'IIN. WAL HAMDULILLAAHI ROBBIL 'AALAMIIN !.
17 November pukul 15:42 · Telah disunting · Suka · 2
Adrian Agustinus Ya pak dim.sya ctat dlu
17 November pukul 15:45 melalui seluler · Suka · 1
Adrian Agustinus Brhubung sya jg awam klo ziarah mkm cma mujhdh 717 sma tak tmbah waila hadroti mbh.yai ma'roef/mbh yai abdul majid ma'roef qs. Smga sya tdk trmsuk su'ul adab pk.dim
17 November pukul 15:47 melalui seluler · Suka · 1
Ahmad Dimyathi MASUK DAN KELUAR MAQOM MENGUCAP SALAM DULU SAMA BELIAU-BELIAU RA...
17 November pukul 15:50 · Suka · 1
Adrian Agustinus La itu pak dim.sbnrnya sya ingt utk mnghormat bliau mngucap salam tp sya gktau lafadz yg bnr bgmn,sya cma bismilah lngsung masuk mkm&mulai mujhdh 717.mhon sya di ajari skalian
17 November pukul 15:56 melalui seluler · Suka · 1
Adrian Agustinus Lha itu pak dim.sbnrnya sya ingt utk mnghormat bliau mngucap salam tp sya gktau lafadz yg bnr bgmn,sya cma bismilah lngsung masuk mkm&mulai mujhdh 717.mhon sya di ajari skalian.oya mbh ma'roef tu gelar cma RA pa QS wa RA
17 November pukul 15:57 melalui seluler · Suka · 1
Ahmad Dimyathi Mengucapkan Salam, ketika mau masuk dan mau keluar Maqom Mbah Yahi :
“Assalamu ‘alaikum Mbah Yahi Ma'rof Ra, wa insya Allahu bikum laa hiqun.”
Artinya, “Keselamatan atas Panjenengan Mbah Yahi Ma'roef Ra, dan kami insya Allah akan menyusul Panjenengan juga.”
Atau bisa juga dengan lafal lain, “Assalamu ‘alaikum Mbah Yahi Abdul Madjid Ma'roef Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra, wa inna insya Allah ta’ala bikum laa hiqun. As-alullahu lana wa lakumul 'afiyah.”
Artinya, “Keselamatan kepada Panjenengan Mbah Yahi Abdul Madjid Ma'roef - Mu'allif Sholawat Wahidiyah Qs wa Ra, kami insya Allah akan menyusul Panjenengan. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan Panjenengan.”
17 November pukul 16:23 · Suka · 1
Ahmad Dimyathi Mengucapkan Salam di makam umum ummat Islam :
Disunnahkan bagi orang yang berziarah mengucapkan salam kepada penghuni kuburan Muslim. Adapan ucapan salam hendaklah menghadap wajah mayat, lalu mengucapkan salam sebagaimana telah diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada para Shahabatnya ketika mereka berziarah kubur,
“Assalamu ‘alaikum dara qaumin Mu’minin, wa insya Allah bikum laa hiqun.”
Artinya, “Keselamatan atas kalian di tempat orang Mukmin, dan kami insya Allah akan menyusul kalian juga.”
Atau bisa juga dengan lafal lain, “Assalamu ‘ala ahlid diyari minal Mu’minina wal Muslimin, wa inna insya Allah ta’ala bikum laa hiqun. As-alullahu lana wa lakumul afiyah.”
Artinya, “Keselamatan kepada penghuni kubur dari kaum Mukminin dan Muslimin, kami insya Allah akan menyusul kalian. Aku memohon keselamatan kepada Allah untuk kami dan kalian semua.”
Kedua lafazh salam tersebut diriwayatkan Imam Muslim.
17 November pukul 16:39 · Suka · 1
Raden Batulawang Yaa sayyidii yaa rosulalloh.. Assalaamualaikum wrwb..
Pak yai mhn maaf sy gk bisa hadir dlm kubro ini smg kubro depan saya bisa Aamiin Allohumma Aamiin.
Salam santun silaturrahiim wassalaamualaikum wrwb
17 November pukul 21:26 · Batal Suka · 2
Eri Yanto Assalamualaikum romo yai Ra .maaf saya belum dapat memenuhi panggilanMu..gerakan hati dan langkah saya tahun berikutnya kembali kepada Mu...Yaa Sayyidii Yaa RasuulAllah ..Yaa Sayyidii Yaa AyyuhalGhouts...waalaikumsalam.w.w ..Al fateah.
17 November pukul 23:43 melalui seluler · Batal Suka · 1
Ahmad Dimyathi
Suka · · Bagikan · Berhenti Mengikuti Kiriman · 21 November pukul 8:20
Chouthis Sriwahyudias, Umi Arsy, Dian Editing Pic dan 8 lainnya menyukai ini.
2 berbagi
Yusyuf Aremania Itajes Ongisiras kalau diganti dg KANJENG ROMO boleh gk.
21 November pukul 8:38 melalui seluler · Suka
Yusyuf Aremania Itajes Ongisiras pak dim sy mw tnx asal usul doa itu gmn dn dari mana.
trima ksh.
21 November pukul 8:42 melalui seluler · Suka
Ahmad Dimyathi BOLEH...
21 November pukul 8:48 · Suka
Ahmad Dimyathi ASAL USUL DOA ITU KISAHNYA BEGINI : DO'A TERSEBUT IJAZAH DARI MBAH KH. ABDUL MADJID MA'ROEF - MU'ALLIF SHOLAWAT WAHIDIYAH QS WA RA AL-GHOUTS FII ZAMANIHI, DIBERIKAN KETIKA ITU SETELAH PANITIA DIBENTUK DAN DIBERI TUGAS OLEH BELIAU QS WA RA UNTUK MENYU...Lihat Selengkapnya
21 November pukul 9:11 · Telah disunting · Suka · 1
Yusyuf Aremania Itajes Ongisiras oooh,begitu.pak
trima ksh ats penjelasanx.
insyaALLOH sy akn pasang f0t0 MBAH MAKROEF RA.
kebetulan sy puny di HAPE.
21 November pukul 9:18 melalui seluler · Suka
Ahmad Dimyathi Lilik Nadhifah
Yaa Robb...mudahkan dan lancarkan perjalanan sahabat dan kerabat kami....mereka menuju arah sumber angin berhembus......perkenankan nama kami semua tercatat dalam deretan peserta mujahadah kubro lahir batin.......pertemukanlah kami dalam simpuh bersama ditanah penuh nadroh kekasihMU...KEDUGLO AL MUNADDHOROH...Jaga mereka dalam kasih sayangMU Yaa Robb.....
21 November pukul 10:33 · Suka · 1
Ahmad Dimyathi Darwoto Cikampek mengomentari ini.
Mudi LbPENGALAMAN ROHANI
kubro kemaren ad sebuah pgalaman Rohani,teman saya punya sodara di jakarta,dan sodaranya it di kenalkan wahidyah terus di ajak kubro,ketika satu hari seblum kubro kakak temenku mendpt pengalaman yaitu tak biasanya ia mendpt rejeki yg luar biasa,sehari bpk dr jakrta it mendpt penghslan sebsar 3jt,dan ahirya bpk trsbt lgsg bergkt kubro,dan pulang dr kubro bpk trsbt membwa air dr kedoglo,dan sampainya di rumah[jakarta] tetangga bpk it ad yg mendrita penyakit kencing batu yg sangat parah,udah di obtin di mana2 gk kunjung sembuh,ahirnya bpk it mencoba kasih air dr kedonglo it untk di minum,setelah esok harinya bpk it dapet tlp dr temanya it,katanya pagi pagi si pendrta kencing batu it kencing langsg mengeluarkan tepung putih,dan setelah it penyakitya sembuh total,dan langsg mengajak sowan dateng dalem Kanjeng Romo.[air kedonglo yang mujarap]
Batal Suka · · 19 jam yang lalu ·
Anda, Aldy Bsy, Muhammad Arif, Eri Yanto, dan 8 orang lainnya menyukai ini.
Darwoto Cikampek Air kedunglo mengobati sakit jasmani sholawat wahidiyah mengobati sakit rohani
beberapa detik yang lalu · Suka
6 jam yang lalu
Suka · Komentari · Bagikan · Ikuti Kiriman
Sembunyikan berita
4 orang menyukai ini.
Ahmad Dimyathi
Darwoto Cikampek mengomentari ini.
Mudi LbPENGALAMAN ROHANI
kubro kemaren ad sebuah pgalaman Rohani,teman saya punya sodara di jakarta,dan sodaranya it di kenalkan wahidyah terus di ajak kubro,ketika satu hari seblum kubro kakak temenku mendpt pengalaman yaitu tak biasanya ia mendpt rejeki yg luar biasa,sehari bpk dr jakrta it mendpt penghslan sebsar 3jt,dan ahirya bpk trsbt lgsg bergkt kubro,dan pulang dr kubro bpk trsbt membwa air dr kedoglo,dan sampainya di rumah[jakarta] tetangga bpk it ad yg mendrita penyakit kencing batu yg sangat parah,udah di obtin di mana2 gk kunjung sembuh,ahirnya bpk it mencoba kasih air dr kedonglo it untk di minum,setelah esok harinya bpk it dapet tlp dr temanya it,katanya pagi pagi si pendrta kencing batu it kencing langsg mengeluarkan tepung putih,dan setelah it penyakitya sembuh total,dan langsg mengajak sowan dateng dalem Kanjeng Romo.[air kedonglo yang mujarap]
Saturday, November 30, 2013
TABUNGAN DANA PERJUANGAN WAHIDIYAH
TABUNGAN DANA PERJUANGAN WAHIDIYAH
PENGERTIAN DANA BOX
Dana Box adalah bagian dari Ajaran Wahidiyah, merupakan salah satu sistem untuk menggali dana Perjuangan Wahidiyah yang telah diajarkan oleh Mbah KH. Abdul Madjid Ma'roef, Mualif Sholawat Wahidiyah QS wa RA, Al-Ghouts fii zamaanihi, Juga dibimbingkan oleh Kanjeng Romo KH. Abdul Latif Madjid RA, Pengasuh Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo Almunadhoroh, melalui kotak Dana Box yang dipasang pada setiap rumah pengamal / simpatisan Wahidiyah yang diisi setiap hari (dana yaumiyyah) dan dikumpulkan tiap bulan oleh petugas penghimpun sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam perjuangan Wahidiyah.
CARA DAN ADAB BERDANA BOX
Dilaksanakan dengan ikhlas, diniati dan dijiwai Lillah-Billah, Lirrosul-Birros ul, Lilghouts-Bilgh outs serta diarahkan untuk Perjuangan Fafirruu-ilalla h wa Rosulihi Saw.
Ikut sertakan dalam niat ber-Dana Box untuk pribadi, orang tua, keluarga baik yang masih hidup atau sudah wafat.
Dilaksanakan dengan tertib, rutin setiap hari oleh seluruh anggota keluarga Pengamal Wahidiyah secara sukarela menurut kadar kemampuan dan kesadaran masing-masing.
Ketika akan mengisi bacalah :
*Bismillahir Rohmanir Rohiim;
*Yaa Sayyidii Yaa Rasuulalloh 3 X atau 7 X;
*Fafirruu-ilallo h 3 X atau 7 X.
PENYETORAN DANA BOX
Tgl. 05 s.d 10 : Pengambilan oleh petugas penghimpun.
Tgl. 10 s.d 15 : Penyetoran ke DKW Kecamatan oleh petugas penghimpun.
Tgl. 15 s.d 20 : Penyetoran ke DKW Kabupaten oleh DKW Kecamatan.
Tgl. 20 s.d 25 : Penyetoran ke Bendahara PW Pusat oleh DKW Kab./Kota.
Tgl. 25 s.d 30 :Perekapan setoran oleh Bendahara PW Pusat dan klarifikasi semua setoran oleh DKW Pusat.
Tgl. 01 s.d 05 : Laporan ke Pengasuh Perjuangan Wahidiyah oleh DKW Pusat.
PEMBAGIAN PROSENTASE DANA BOX
Petugas penghimpun 10 % dari jumlah seluruhnya.
Jamaah 15 % dari jumlah bersih setoran petugas penghimpun.
PW Kecamatan 15 % dari jumlah bersih setoran jama’ah.
PW Kab./Kota 15 % dari jumlah bersih setoran DKW Kecamatan.
PW Propinsi 15 % dari jumlah bersih setoran DKW Kabupaten.
Sisanya disetor ke PW Pusat.
Prosentase untuk Propinsi dilakukan oleh Bendahara PW Pusat kecuali untuk daerah yang telah mendapat rekomendasi dari PW Pusat seperti DIY dan DKI Jakarta.
Prosentase untuk Propinsi dapat diambil sewaktu-waktu di Bendahara PW Pusat Kedunglo Kota Kediri, sesuai dengan prosedur yang berlaku.
KELENGKAPAN DANA BOX
Kotak Dana Box dengan bentuk dan warna sesuai dengan ketentuan DKW Pusat, dipasang disamping pintu depan.
Kotak Dana Box dipasang kunci dengan dua anak kunci, satu untuk petugas dan satu untuk pemilik.
Stiker Dana Box warna Hijau dengan logo Fafirru bersinar dipasang menyatu dengan kotak Dana Box.
Kartu Bukti Penyetoran Dana Box (Kartu Kuning) diletakkan di tempat yang telah disediakan di kotak Dana Box.
Buku Dana Box tingkat jama’ah, kecamatan dan Kabupaten.
HIKMAH DANA BOX
Realisasi syukur kepada Alloh swt wa Rosulihi saw wa Ghoutsi Hadza Zaman ra serta untuk birrul walidain (menolong ahli kubur).
Sebagai tarbiyah, cobaan, bukti cintanya pada Perjuangan Fafiruu ilallah warosulihi saw.
Membentuk manusia dermawan.
Sebagai pengaman bagi harta kita.
Menjadi sebab memperoleh jalan keluar dari kesulitan-kesul itan hidup.
Mempercepat proses kesadaran pada Alloh swt wa Rosulihi saw.
MUHIMMAH
Petugas penghimpun Dana Box kedudukannya adalah sebagai pembantu pelaksana DKW Daerah / Pusat yang bertugas di jama’ah / Kecamatan.
Petugas Penghimpun terdiri dari 2 orang.
Petugas harus mempunyai kemauan, kejujuran, tanggung-jawab dan loyalitas yang tinggi terhadap Perjuangan Wahidiyah.
Tidak diperkenankan menitipkan uang Perjuangan kepada sembarang orang yang tidak mempunyai surat tugas resmi dari DKW Daerah / Pusat.
Penyetoran Dana Box ke DKW Pusat harus melalui DKW Daerahnya setiap bulan; tidak dibenarkan pengamal menyetorkan secara langsung ke Pusat (kecuali daerah yang belum terbentuk PWD).
Penyetoran Dana Box oleh DKW Daerah dapat dilakukan secara langsung, via wesel pos atau rekening BRI / BNI.
SYUKRON JAZIILAN
Jazakumullohu Khoirooti Wa Sa’adaatid Dun-ya Wal Akhiroh !. Amiiin
Friday, November 29, 2013
KULIAH WAHIDIYAH
BAB I. PENDAHULUAN
HAL MENJERNIHKAN HATI
Alloh SWT Tuhan Maha Pencipta dan Maha Pengatur, menciptakan manusia dengan memberinya dua macam kekuatan. Yaitu kekuatan jasmani dan kekuatan rohani, atau kemampuan yang bersifat lahiriyah dan kemampuan yang bersifat batiniyah. Manusia terdiri dari dua macam badan, badan jasmani atau badan wadag dan badan rohani atau roh atau jiwa. Dan masing-masing badan itu oleh Alloh SWT di berikan kekuatan atau kemampuan yang berbeda-beda sifat dan dayanya. Hanya manusia yang diberi dua macam kekuatan seperti itu. Makhluq-makhluq selain manusia baik itu golongan Malaikat ataupun bangsa Jin dan makhluq jenis halus lainnya lebih-lebih makhluq jenis kasar, tidak diberi dua macam kekuatan seperti yang diberikan kepada manusia. Bangsa Jin mungkin memiliki dua kekuatan seperti itu akan tetapi terbatas, tidak seluas yang dimiliki oleh manusia. Buktinya yaitu bahwa Nabi Sulaiman pernah merajai manusia dan sekaligus bangsa Jin dan makhluq-makhluq lain, sedangkan belum pernah kita mendengar ada bangsa Jin yang membawahi manusia. Malaikat dalam beberapa hal menempati tingkatan yang lebih tinggi dari pada manusia akan tetapi terba tas. Terbatas mengerjakan tugas-tugas tertentu. Ada yang membaca tasbih saja, ada yang bertakbir saja, ada yang hanya bertahmid saja, ada yang terus menerus membaca sholawat kepada Nabi SAW saja, ada yang terus menerus ruku', ada yang tiada henti-henti sujud dan sebagainya. Bahkan banyak tugas-tugas yang dijalankan oleh para Malaikat justru diperuntukkan bagi umat manusia. Bahkan lebih lagi dari pada itu. Segala apa yang di langit dan di bumi ini oleh Alloh dibikin tunduk kepa da manusia, diperuntukkan bagi umat manusia supaya sebaik-baiknya dimanfaatkan bagi kepentingan hidupnya di dunia dan di akhirot. firman-NYA (٣١- لقمان:٢٠)
"Tidak kamu perhatikan sesungguhnya Alloh telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa di bumi dan menyempurnakan untukmu ni'mat-NYA lahir dan batin". (31-Luqman:20)
Demikian kasih sayang Alloh SWT kepada manusia hamba-NYA. lni perlu kita renungkan sebagai mendahului pembahasan Masalah menjernihkan hati dan agar supaya kita manyadari tempat kedudukan kita manusia di antara makhluq-makhluq lain ciptaan Tuhan, sehingga kita dapat teras senantiasa meningkatkan syukur terima kasih kita kepada-NYA.
Kedua kekuatan, kekuatan lahir dan kekuatan batin yang dimiliki oleh manusia itu tadi tidak lain agar supaya dipergunakan untuk mendatangkan sebesar-besarnya manfaat guna memperoleh dan membina hidup selamat sejahtera dan bahagia materiil dan spirituil, lahir dan batin di dunia dan di akhiratnya kelak. Dan sebagai insan sosial, kekuatan lahir dan kekuatan batin manusia merupakan perangkat pemberian Tuhan baginya untuk mengemban tugas sebagai "kholifah" atau "wakil" Alloh SWT di bumi. Tugas mulia yang dipercayakan Alloh SWT kepada manu sia untuk mengatur kehidupan di dunia menurut konsepsi yang digariskan Alloh SWT. Sebagaimana firman-NYA di dalam Al Qur'an:
)uالبقرة:٣٠)
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat: "Sesungguhnya Aku berhak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". (2-Al Baqoroh : 30)
Kekuatan lahiriyah, seperti kita maklumi adalah daya kemampuan yang kelihatan mata lahir atau yang dapat diperhitungkan oleh akal fikiran atau rasio, Akal fikiran atau rasio itu sendiripun tergolong ke kuatan lahir. Betapapun besarnya kemampuan lahiriyah manusia, akan tetapi masih terbatas sekali apabila dibandingkan dengan kemampuan batin atau kemampaan jiwa manusia, Kekuatan lahir hanya bisa berhubungaa dengan alam lahir alam nyata, sedangkan kekuatan jiwa manu sia dapat menembus alam ghaib, dapat menjelajahi alam metafisika, bahkan dapat mengadakan komunikasi dengan alam luar manusia, dengan alam Jin dan alam Malaikat bahkan dapat beraudensi dengan Tuhan pencipta seluruh alam.
Pusat segala kegiatan manusia baik kegiatan jasmani maupun kegiatan rohani terletak di dalam hatinya. Hati merupakan "Pusat Komando" dari segala macam gerak dan laku manusia. Bahkan di samping sebagai Pusat Komando, sekaligus merupakan "motor penggerak" yang menggerakkan segala perilaku dan perbuatan manusia, Perbuatan yang baik maupun perbuatan yang jahat, perbuatan yang menguntungkan ataupun perbuatan yang merugikan, semuanya itu dikomando dan digerakkan oleh hati.
Di dalam hati manusia sama-sama bermarkas dua macam "dewan" yang berlainan pengaruh dan arahnya satu sama lain. Bahkan saling bertolak belakang dan saling berlawanan. Yang satu "Dewan Perancang Kebaikan", dan satunya lagi "Dewan Perancang Kejahatan". Siapa diantara dua dewan itu yang dominan (berkuasa) di dalam hati, dialah yang memegang komando segala gerak dan perbuatan atau tindakan manusia. Adapun faktor fikiran, sekalipun dipenuhi dengan berbagai macam perbendaharaan ilmu pengetahuan dan hikmah kebijaksanaan, namun fungsinya hanya sebagai "Dewan Pertimbangan", dan tidak memegang peranan yang menentukan.
Di dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat atau mendengar, atau mungkin pernah bahkan sering mengalami sendiri bahwa akal fikiran dapat membedakan mana yang baik dan mana yang tidak baik, dapat membedakan antara yang benar dan yang batal, dapat mengetahui mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan, mengerti itu halal ini haram, mengerti itu boleh dikerjakan dan ini tidak, dan sebagainya, akan tetapi di dalam prakteknya justru sebaliknya. Yang baik ditinggalkan, yang buruk dikerjakan. Yang menguntungkan malah dihindari, yang merugikan justru dimasuki yang haram dikejar-kejar, yang halal tidak dihiraukan, yang benar tidak diikuti, yang batal dipergauli.
Hal tersebut disebabkan oleh karena yang menguasai hati pada waktu itu adalah "Dewan Perancang. Kejahatan". Ilmu pengetahuan yang berada di dalam otak fikiran manusia tidak mampu mengendalikannya, tidak mampu mengarahkan sesuatu perbuatan yang sesuai dengan ilmu dan pengertian yang dimilikinya. Jika seorang pencuri ditanya, apakah perbuatan mencuri itu baik ?. Pasti menjawab tidak baik. Siapapun jika ditanya apakah perbuatan menipu, korupsi, merugikan atau menyakiti orang lain itu diperbolehkan ?. Semua akan menjawab, tidak!, Bahkan semua orang mengerti bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan tercela dan sangat terkecam. Tetapi nengapa toh terjadi dilakukan oleh sebagian orang bahkan oleh banyak orang ?. Tidak lain karena didorong oleh keinginan nuruti nafsu yang bersarang di dalam hati yang sudah dikuasai olen "Dewan Perancang Kejahatan" tersebut.
Jelasnya, manusia akan menjerumus kepada kejahatan dan kehancuran apabila hatinya penuh dengan kotoran-kotoran nafsu yang berkuasa dan memerintah sebagai "Dewan Perancang Kejahatan". Dan manusia dikatakan baik, baik budinya, baik akhlaqnya, baik perangai dan pekertinya, baik perbuatannya, apabila hatinya dipimpin oleh "Dewan Perancang Kebaikan", dan bersih dari kotoran-kotoran nafsu. Oleh karena itu maka hati manusia harus selalu dibersihkan dari kotoran-kotoran dan dari hama penyakitnya hati dengan menempatkan "Dewan Perancang Kebaikan" sebagai pimpinan yang bijaksana di dalam dirinya !.
Betapa tepat dan bijaksananya Rosuululloh SAW telah memberikan peringatan kepada kita dengan sabda-Nya :
اِنَّ فِى الْجَسَدِ لَمُضْغَةً اِذَاصَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلَّهُ وَاِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلَّهُ الاَزَهِيَ الْقَلْبُ (رواه البخارى)
"Sesungguhnya di dalam jasad manusia itu ada segumpal daging; apabila segumpal daging itu baik, menjadi baik pulalah seluruh jasad, dan apabila rusak atau kotor, menjadi rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah, yaitu hati". (Hadits riwayat Imam Bukhori).
Atas dasar hadits. Hadits tersebut antara lain maka kemudian para Ulama Shufi mengatakan sebagai berikut:
تَزْكِيَةُ النَّفْسِى عَنِ الرَّذَائِلِ وَجِبَةٌ (كفاية الاتقياء)
“Membersihkan jiwa (hati) dari kotoran-kotoran (nafsu) adalah wajib". (Kitab Kifayatul Atqiya).
Wajib di sini dalam arti harus diusahakan oleh setiap orang dalam rangka upaya mencapai hidup selamat sejahtera dan bahagia lahir batin dunia dan akhirat. "Tazkiyatunnafsi" atau membersihkan hati maksudnya membebaskan hati dari pengaruh-pengaruh nafsu yang senantiasa berusaha dan bertipu daya untuk menguasai hati manusia. Di dalam Kitab Suci Al Qur'an diterangkan pernyataan Nabi Yusuf 'alaihissalam tentang tekad Beliau yang senantiasa waspada terhadap tipu daya nafsu sebagai berikut:
وَمَا اُبَرِّىءُ نَفْسِي اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ بِالسُّؤِ اِلاَّمَارَحِمَ رَبِّيْ (١٢-يوسف: ۵٣)
"Dan tidaklah aku membiarkan diriku (dikuasai nafsu), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rohmat oleh Tuhanku". (12 Yusuf: 53).
Membersihkan hati, istilah yang populer sekarang disebut operasi mental.
"Operasi mental" yang dialami oleh Rosuululloh SAW ketika akan menjalani Isrok Mi'roj merupakan tuntunan nyata yang harus diikuti oleh para ummat. Bahkan oleh setiap insan yang hidup di dunia ini. Berkat adanya operasi tersebut, di mana kotoran-kotoran yang terdapat di dalam hati Rosululloh shollallohu 'alaihi wasallam dikeluarkan dan kemudian dimasukkan iman, islam, ihsan, amanah dan kejujuran, maka segala gangguan dan godaan yang dialami dalam perjalanan Isrok dan Mi'roj, semua dapat diatasi dengan sempurna dan sukses menghadap ke hadirot Alloh SWT untuk menerima tugas-tugas yang harus dilaksanakan para ummat, antara lain sholat lima waktu dalam sehari semalam.
Bermacam-macam cara telah banyak ditempuh orang/masyarakat dalam melaksanakan operasi mental. Melalui pelajaran dan pendidikan, lewat sistim da’wah dan penerangan-penerangan agama, menggunakan mass media surat-surat kabar, majalah, radio, TV dan buku-buku, melalui perkumpulan atau organisasi-organisasi sosial dan bermacam-macam bentuk pergaulan hidup lain-lain. Bahkan ada yang menempuhnya dengan riyadloh-riyadloh badaniyah dan latihan-latihan kejiwaan. Masing-masing dengan methoda dan sistimatika yang berbeda-beda.
Secara umum, cara operasi mental seperti tersebut di atas dalam garis besarnya dititik beratkan pada prinsip penanaman pengertian dan ilmu pengetahuan sehingga diharapkan bisa tumbuh suatu kesadaran. Akan tetapi kenyataan di dalam praktek tidak semudah itu. Pengertian dan ilmu pengetahuan masih belum memberi jaminan akan tercapainya kondisi hati yang bersih dan jernih terbebas dari pengaruh-pengaruh nafsu yang menjadi sarang yang subur bagi bercokolnya "Dewan Perancang Kejahatan" seperti tersebut di atas.
Mengingat makin menghebatnya pengaruh-pengaruh dari berbagai jurusan yang merangsang hati manusia, yakni pengaruh negatif yang menyuburkan tumbuhnya "Dewan Perancang Kejahatan", maka operasi mental atau membersihkan dan menjernihkan hati harus secara terus menerus diusahakan oleh setiap orang. Di samping dengan cara-cara operasi mental seperti di atas dan yang sudah banyak dijalankan oleh masyarakat selama ini, masih ada satu cara yang belum banyak dilakukan orang. Yaitu pendaya gunaan kekuatan atau potensi batiniyah dalam bentuk do’a permohonan kepada Alloh SWT Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengatur, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Do’a memohon HIDAYAH, memohon petunjuk dan pertolongan-Nya.
Pendaya gunaan potensi batiniyah dalam bentuk do’a permohonan kepada Alloh SWT baik yang dilaksanakan secara sendiri-sendiri atau secara berkelompok (berjama’ah bersama-sama), jika dibandingkan dengan pendaya gunaan potensi lahiriyah dalam bentuk bekerja, berkarya dan bentuk-bentuk aktifitas atau kegiatan lahiriyah lainnya, adalah masih sangat tidak seimbang. Masih banyak peluang kesempatan dan sisa kekuatan yang belum dimanfaatkan untuk berdo’a memohon kepada Alloh SWT. Pada hal seperti disebutkan di muka, kedua kekuatan, ke kuatan lahir dan kekuatan batin yang sama-sama anugerah pemberian Tuhan itu harus dimanfaatkan secara harmonis dan berkeseimbangan dengan kebutuhan hidup serta saling isi mengisi. Lebih-lebih jika diingat bahwa HIDAYAH Alloh SWT adalah "mutlak dibutuhkan oleh setiap insan. Tanpa HIDAYAH dan PETUNJU'K! Alloh, manusia pasti sesat dan menjerumus kepada kehancuran dan kesengsaraan.
Bertambahnya ilmiah atau ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan umum lainnya apabila tidak disertai memperoleh HIDAYAH dari Alloh SWT, maka ilmu-ilmu itu tidak akan mampu meletakkan benih yang menumbuhkan kejernihan hati, ketentraman jiwa dan kesehatan mental, Bahkan boleh jadi justru ilmu-ilmu yang tidak disertai HIDAYAH Alloh itu malah menyuburkan bercokolnya "IMPRIALIS NAFSU" sebagai "Dewan Perancang Kejahatan" di dalam hati manusia. Sehingga kemudian timbul rasa kebanggaan, rasa diri berilmu, berkemampuan, berkuasa, rasa diri lebih dari orang lain, selanjutnya lalu muncul bendera "ke-aku-an", egoisme atau ANANIYAH. ilmu yang seharusnya menjadi alat penyaring kemurnian dan kemulusan hati yang bersih, dalam prakteknya disalah gunakan men jadi polusi jiwa (pengotoran jiwa) yang lebih keruh tetapi lebih halus sehingga yang bersangkutan tidak merasa.
Dalam hubungan antara ilmu dan hidayah, Rosululloh SAW telah memperingatkan kita dengan sabdanya :
مَنْ اِزْدَادَ عِلْمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدًى لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ اِلاَّبُعْدًا (رواه الديلمى)
Barang siapa bertambah ilmunya dan tidak bertambaH hidayahnya, maka tidak menjadi bertambah (dekatnya) melainkan semakin jauh dari Alloh."(Riwayat Dailami ~ Al Ibya awal — 59).
Orang yang jauh dari Alloh tidak akan mendapat hidayah. Barang siapa tidak mendapat hidayah Alloh pasti sesat jalan dan akhirnya sengsara dan mengalami kehancuran. Maka oleh karena itu, di samping ilmu pengeta huan harus kita pelajari, harus kita tuntut, ilmu pengetahuan apa saja terutama yang ada hubungannya dengan soal-soal membersihkan hati, yang berkaitan dengan masalah operasi mental untuk memperoleh ketenangan batin dan ketentraman jiwa, tidak boleh diabaikan yaitu usaha memperoleh HIDAYAH Alloh SWT.
Apakah HIDAYAH dari Alloh dapat diperoleh atau diusahakan dengan upaya manusia ? Jawabnya tegas, dapat !. Firman Alloh dalam Al Qur'an Surat No. 29-Al Ankabtut Ayat 69 berbunyi:
وَالَّذِيْنَ جَاهَدُوا فِيْناَ لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا. (٢۹-الكنبوت: ٦۹)
Artinya kurang lebih:
'Dan arang-orang yang berjihad untuk (mencari keridloan) KAMI, sungguh-sungguh akan KAMI tunjukkan kepada mereka jalan-jalan KAMI".
Berjihad disini artinya bersungguh-sungguh atau berusaha dengan sungguh-sungguh. Berusaha mencari keridloan-NYA, berusaha menuju kepada-NYA untuk memohon Hidayah-NYA,
Di dalam Wahidiyah, bersungguh-sungguh memohon kepada Alloh SWT itu disebut "MUJAHADAH". Tentang hubungan antara HIDAYAH dan MUJAHADAH, Imam Ghozali mengatakan di dalam kitab Ihya-nya:
اَلْمُجَاهَدَةُ مِفْتَاحُ الْهِدَايَةِ لاَمِفْتَاحَ لَهَا سِوَاهَا (الإحياء اول:٣۹)
"Mujahadah adalah kuncinya hidayah, tidak ada kunci untuk memperoleh hidayah selain mujahadah".
Ada banyak sekali macam dan jenisnya do’a yang dilakukan orang, dengan cara dan bahasa yang berbeda-beda menurut bahasa negara atau bahasa daerah masing-masing, dan mengikuti tuntutan agama atau kepercayaan yang dianut sendiri-sendiri. Rosululloh shollalohu 'alaihi wasalam bersabda :
اَلدُّعَاءُ سِلاَحُ الْمُؤْمِنْ
“Doa adalah senjatanya orang mukmin ".
Ibarat "senjata", maka daya keampuhan dan kegunaannya do’a juga berbeda-beda, Antara lain berkaitan dengan pribadi dan kepribadian pencipta do’a, tujuan dan kepentingan apa do’a itu dicipta, situasi dan kondisi pada waktu do’a itu dicipta, susunan redaksi do’a, kaifiyah (cara pengalaman) dan adab-adab ketika berdo’a dan kondisi batiniyah dan kejiwaan orang yang berdo’a. Misalnya hudlurnya hati kekhusyuannya, keikhlasannya, kemantapan hatinya dan sebagainya.
Di dalam Islam, Rosululloh SAW memberikan tuntutan bermacam-macam do’a. Hampir setiap gerakan ada do’anya. Ada do’a ketika akan makan, selesai makan, ketika berpakaian, do’a di waktu pagi, di waktu sore hari, saat akan tidur, ketika bangun tidur, waktu ke luar rumah, ketika masuk rumah dan sebagainya. Di samping do’a pada setiap melakukan gerakan seperti itu, masih banyak lagi do’a-do’a untuk sesuatu hajat atau kepentingan. Baik dari tuntunan Rosululloh SAW maupun yang dicipta oleh para Sahabat dan para ulama, Namun sayangnya hanya sedikit sekali dilakukan oleh umat Islam sendiri.
Para ulama, terutama Ulama Shufi. berpendapat bahwa do’a yang paling dekat diijabahi oleh Alloh SWT istilah bahasa Jawa paling mandi adalah do’a Sholawat. Dan pendapat ini cocok dengan kenyataan. Lebih-lebih di dalam zaman mutakhir ini Insya Alloh tentang Sholawat kepada Kanjeng Nabi SAW ini akan dibahas dalam bab tersendiri di belakang. Secara umum mengenai faedah dan manfaat do’a Sholawat kepada Kan jeng Nabi SAW bagi si pembaca Sholawat adalah seperti yang dikatakan oleh Syekh Hasan Al'Adawi di dalam syarah kitab "Dalailul Khoirot" yang kemudian dibenarkan dan didukung oleh para Ulama Shufi lainnya yaitu sebagai berikut:
اِنَّ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ تَنْوِرُالْقُلُوْبَ وَتُوْصِلُ مِنْ غَيْرِ شَيْخٍ اِلَى عَلاَمِ الْغُيُوْبِ. (سعادة الدارين:٣٦)
"Sesungguhnya membaca Sholawat kepada Nabi SAW itu bisa menerangi hati dan mewushulkan kepada Tuhan Dzat Yang Maha Mengetahui perkara gaib ". (Sa 'adatud—Daroini hal. 36).
"menerangi hati-hati menjadi padang, jernih dan tentram. "mewusulkan" mengantarkan dan menyampaikan kepada tingkat kondisi batiniyah yang sadar kepada Alloh SWT;
Ada banyak sekali macamnya do’a Sholawat. Berpuluh, beratus, beribu-ribu, bahkan berpuluh ribu macam sholawat. Masing-masing sholawat dikaruniai faedah dan manfaat yang berbeda-beda, manfaat duniawi dan manfaat ukhrowi, manfaat lahir dan manfaat batin, manfa at yang hubungan dengan hal-hal yang bersifat material dan hal-hal yang bersifat moral dan spiritual. Bertalian dengan kebutuhan untuk kejernihan hati, ketenangan batin dan ketentraman jiwa, sudah sewajarnya kita memilih Sholawat yang dikaruniai manfaat dan faedah yang kita butuhkan tersebut.
Alhamdu Lillah dengan fadlol Alloh SWT pada kira-kira awal tahun 1963 M, Alloh SWT melimpahkan kurnia taufiq dan hidayah-NYA dengan tersusunnya "SHOLAWAT WAHIDIYAH" dari Pondok Pesantren Kedunglo Desa Bandar Lor Kecamatan Mojoroto Kotamadya Kediri Propinsi jawa Timur, yang kemudian oleh Muallifnya yakni Almukarrom Shohibul Fadiilah, Asy-Syekh Romo K.H. Abdoel Madjid Ma'roef Pengasuh Pondok Pesantren tersebut diijazahkan (diberikan ijin pengamalan) secara umum dengan ijazah mutlak kepada masyarakat luas tidak pandang dari golongan, aliran, bangsa dan negara manapun juga serta tidak membatasi tingkatan dan umur berapa saja. Pokoknya tidak pandang buru, siapa saja dan tanpa ada syarat-syarat.
Sekali lagi Alhamdu Lillah mengamalkan SHOLAWAT WAHIDIYAH dikaruniai faedah berupa kejernihan hati, ketenangan batin dan ke tentraman jiwa sehingga menjadi lebih banyak ingat dan sadar kepada Alloh Wa Rosuulihi shollallohu 'alaihi wasallam. Dan di samping kejer nihan hati, juga dikaruniai manfaat lainnya berupa antara lain soal kesehatan, soal kerukunan dalam rumah tangga, soal kelancaran usaha dan pekerjaan, soal kecerdasan dan perbaikan akhlaq di kalangan kanak-kanak dan remaja, dan masih banyak lagi manfaat yang dialami oleh mereka yang sudah mengamalkan Sholawat Wahidiyah tersebut.
Semoga kita termasuk orang-orang yang dikaruniai hati yang jernih, batin yang tenang dan kukuh. Jiwa yang tentram dan stabil sehingga berhasil wushul, sadar ma'rifat kepada Alloh Wa Rosuulihi SAW, suatu kondisi batiniyah yang menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir batin dunia sampai akhirot yang mendapat ridlo Alloh SWT ! Amiin!.
#KULIAH_WAHIDIYAH
Thursday, November 28, 2013
AL-GHOUTSU HAADHAZ-ZAMAN
YAA SAYYIDII YAA AYYUHAL GHOUTS !!!
PERANAN AL-GHOUST/GURU KAMIL-MUKAMIL DALAM PERJALANAN MENUJU MA'RIFAT BILLAH WA ROSUULIHI SAW
Dalam Rangkaian Sholawat Wahidiyah terdapat beberapa poin yang menyangkaut do’a tawasul/washilah meminta do’a restu dan bimbingan rohani kepada Al-GHOUTSU ZAMAN atau Mursyid yang khamil-mukamil:
1. WA ILAA HADLROTI GHOUTSI HAADAZ-ZAMAN WAA'AWAANIHI WASAAAIRI AULIYAAILLAAHI RODLIYALLOOHU TA'AALA ‘ANHUM ALFAATIHAH ! (membaca Surat Fatihah 7x) Artinya: Dan di hadiyahkan ke pangkuan Ghoutsi Hadhazzaman, Para Pembantu Beliau dan segenap Kekasih ALLOH, Rodiyallohu ta’alaa Anhum. Al-Fatihah 7x.
2. YAA AYYUHAL-GHOUTSU SALAAMULLOOH " ‘ALAIKA ROBBINII BI-IDZNILLAAH
WANDHUR ILAYYA SAYYIDII BINADHROH " MUUSHILATIL-LIL-HADLROTIL'ALIYYAH....... (3x)
Artinya Duhai Ghoutsu Hadhaz Zaman, kepangkuan-MU salam Alloh kuhaturkan, Bimbing dan didiklah diriku dengan izin Alloh dan arahkan pancaran sinar Nadroh-MU kepadaku Duhai Yaa Sayyidii, radiasi batin yang mewusulkan aku sadar kehadirat Maha Luhur Tuhanku.
Berikut Peranan Al-GHOUTSU ZAMAN atau Mursyid yang kamil-mukamil dalam menuju Ma’rifat Billah wa Rosuulihi SAW :
Dalam tradisi tasawuf, peran seorang Mursyid (pembimbing atau guru ruhani) merupakan syarat mutlak untuk mencapai tahapan-tahapan puncak spiritual untuk Ma’rifatullah. Dalam kitab Ulama-ulama tasawuf disebutkan “Walaupun Gurunya ada di jagat Barat dan si Murid ada di jagat Timur tetap bisa membimbing melalui pengalaman rohani (baik mimpi maupun bertemu dalam keadaan mewiridkan amalanNya/ Mujahadahnya) asalkan mewiridkan amalan tersebut”.
Tapi eksistensi dan fungsi Mursyid atau wilayah kemursyidan ini ditolak oleh sebagaian ulama yang anti tasawuf atau mereka yang memahami tasawuf dengan cara-cara individual. Mereka merasa mampu menembus jalan ruhani yang penuh dengan rahasia menurut metode dan cara mereka sendiri, bahkan dengan mengandalkan pengetahuan yang selama ini mereka dapatkan dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Namun karena pemahaman terhadap kedua sumber ajaran tersebut terbatas, mereka mengklaim bahwa dunia tasawuf bisa ditempuh tanpa bimbingan seorang Mursyid.
Pandangan demikian hanya layak secara teoritis belaka. Tetapi daslam praktek sufisme, hampir bisa dipastikan, bahwa mereka hanya meraih kegagalan spiritual. Bukti-bukti historis akan kegagalan spoiritual tersebut telah dibuktikan oleh para ulama sendiri yang mencoba menempuh jalan sufi tanpa menggunakan bimbingan Mursyid. Para ulama besar sufi, yang semula menolak tasawuf, seperti Ibnu Athaillah as-Sakandari, Sulthanul Ulama Izzuddin Ibnu Abdis Salam, Syeikh Abdul Wahab asy-Sya’rani, dan Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali akhirnya harus menyerah pada pengembaraannya sendiri, bahwa dalam proses menuju kepada Allah tetap membutuhkan seorang Mursyid (pembimbing atau guru ruhani).
Masing-masing ulama besar tersebut memberikan kesaksian, bahwa seorang dengan kehebatan ilmu agamanya, tidak akan mampu menempuh jalan sufi, kecuali atas bimbingan seorang Syekh atau Mursyid. Sebab dunia pengetahuan agama, seluas apa pun, hanyalah “dunia ilmu”, yang hakikatnya lahir dari amaliah. Sementara, yang dicerap dari ilmu adalah produk dari amaliah ulama yang telah dibukakan jalan ma’rifat itu sendiri.
Jalan ma’rifat itu tidak bisa begitu saja ditempuh begitu saja dengan mengandalkan pengetahuan akal rasional, kecuali hanya akan meraih Ilmu Yaqin belaka, belum sampai pada tahap Haqqul Yaqin. Alhasil mereka yang merasa sudah sampai kepada Allah (wushul) tanpa bimbingan seorang Mursyid, wushul-nya bisa dikategorikan sebagai wushul yang penuh dengan tipudaya. Sebab, dalam alam metafisika sufisme, mereka yang menempuh jalan sufi tanpa bimbingan ruhani seorang Mursyid, tidak akan mampu membedakan mana hawathif-hawathif (bisikan-bisikan lembut) yang datang dari Allah, dari malaikat atau dari syetan dan bahkan dari jin. Di sinilah jebakan-jebakan dan tipudaya penempuh jalan sufi muncul. Oleh sebab itu ada kalam sufi yang sangat terkenal: “Barangsiapa menempuh jalan Allah tanpa disertai seorang guru, maka gurunya adalah syetan”.
Oleh sebab itu, seorang ulama sendiri, tetap membutuhkan seorang pembimbing ruhani, walaupun secara lahiriah pengetahuan yang dimiliki oleh sang ulama tadi lebih tinggi dibanding sang Mursyid. Tetapi, tentu saja, dalam soal-soal Ketuhanan, soal-soal bathiniyah, sang ulama tentu tidak menguasainya.
Dari sejumlah ilusttrasi di atas, maka bagi para penempuh jalan sufi hendaknya memilih seorang Mursyid yang khamil-mukamil sehingga mampu menghantar dirinya dalam penempuhan menuju kepada Allah Swt.
Rasulullah saw. adalah teladan paling paripurna. Ketika hendak menuju kepada Allah dalam Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah Saw. senantiasa dibimbing oleh Malaikat Jibril as. Fungsi Jibril di sini identik dengan Mursyid di mata kaum sufi.
Hal yang sama, ketika Nabiyullah Musa as, yang merasa telah sampai kepada-Nya, ternyata harus diuji melalui bimbingan ruhani seorang Nabi Khidir as. Hubungan Musa dan Khidir adalah hubungan spiritual antara Murid dan Syekh. Maka dalam soal-soal rasional Musa as sangat progresif, tetapi beliau tidak sehebat Khidir dalam soal batiniyah.
Karena itu lebih penting lagi, tentu menyangkut soal etika hubungan antara Murid dengan Mursyidnya, atau antara pelaku sufi dengan Syekhnya. Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani, (W. 973 H) secara khusus menulis kitab yang berkaitan dengan etika hubungan antara Murid dengan Mursyid tersebut, dalam “Lawaqihul Anwaar al-Qudsiyah fi Ma’rifati Qawa’idus Shufiyah”
#Penyiar_Shalawat_Wahidiyah
Wednesday, November 27, 2013
YU'TII KULLADZII HAQQIN HAQQAH
YU'TII KULLADZII HAQQIN HAQQAH
Salah satu ajaran Wahidiyah yang seringkali
diabaikan dalam kehidupan saat ini, adalah yu’tii
kulladzii haqqin haqqah. Kalimat ini sederhana
namun memiliki peran yang penting dalam kehidupan
manusia. Bahkan kebahagiaan dan kesengsaraan
sangat tergantung dengan pelaksanaan ajaran ini.
Mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat
hingga negara sangat memerlukan pelaksanaan
ajaran ini. Saat kita seringkali menemui berbagai
bentuk kerusuhan dan ketidak stabilan dalam
masyarakat.
Dalam bidang politik, kita dibuat resah dengan hiruk
pikuk skandal Bank Century. Dalam bidang sosial,
kita dibuat resah oleh banyaknya kerusuhan,
demonstrasi dan berbagai ketidakstabilan dalam
masyarakat. Dalam bidang ekonomi, kita dibuat
kalang kabut dengan berbagai fliktuasi yang tidak
pasti. Salah satu faktor yang menyebabkan
instabilitas dalam kehidupan adalah tidak adanya
keadilan.
Kata adil ini berasal dari kata al ‘adaalah. Adil atau
‘adaalah ini sering dimaknai dengan meletakkan
sesuatu pada tempatnya. Secara jelasnya bahwa
keadilan adalah sebuah keadaan dimana sebuah
aturan main yang melindungi hak-hak semua pihak
terpenuhi dengan baik. Dalam prakteknya, Hadrotul
Mukarrom Mbah KH. Abdul Madjid Ma’rof QS wa RA
merumuskanya dengan kalimat singkat, yaitu yu’tii
kulladzii haqqin haqqah (memenuhi hak semua
pemilik hak).
Sekali lagi, kalimat ini walaupun sangat singkat,
namun memiliki makna yang sangat dalam dan efek
yang luas dalam kehidupan manusia. Sebab dengan
terpenuhinya hak-hak semua pemilik hak, otomatis
akan tercipta harmoni dan keselarasan dalam
kehidupan.
Sebagai lawan dari keadilan adalah kedzaliman yang
berarti meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya.
Hal ini terjadi jika hak-hak para pemilik hak tidak
terpenuhi dengan baik. Otomatis hal ini akan
menimbulkan berbagai reaksi dan upaya tuntutan
pemenuhan hak tersebut. Dan hal ini akan
menimbulkan berbagai ketidakstabilan dalam
kehidupan.
Sebagian orang ada yang mengumpamakan keadilan
sebagai sebuah neraca. Ketika kedua sisi neraca
terpenuhi dengan seimbang, maka timbangan
tersebut akan stabil dan tenang. Keadaan ini sering
pula disebut sebagai moderat (I’tidaal). Sebaliknya,
ketika salah satu dari kedua sisi tidak seimbang
dengan sisi yang lain, maka timbangan tersebut akan
timpang. Karena itulah, maka Rasulullah SAW
bersabda,
”Celakalah orang-orang yang berlebih-lebihan.” (HR.
Muslim).
Keadaan ini dalam kehidupan dikenal dengan istilah
tatharruf (ekstrim), dimana terjadi pengabaian dan
kedzaliman hak-hak terhadap pihak-pihak tertentu
yang memiliki hak tersebut. Padahal Allah SWT dan
Rasulullah SAW tidak menghendaki kedzaliman. Tapi
menghendaki keadilan bagi tiap-tiap mukmin.
Keseimbangan dalam kehidupan pribadi dan
keluarga.
Sesungguhnya seluruh semesta ini oleh Allah diatur
dalam aturan keseimbangan. Dalam tingkat individu
misalnya, masing-masing tubuh manusia memiliki
hak yang harus dipenuhi. Perut memiliki hak,mata
memiliki hak, telinga memiliki hak dan seterusnya
dan seterusnya. Ketika manusia mengabaikan hak-
hak anggota tubuhnya, maka berarti ia telah
melakukan kedzaliman terhadap anggota tubuhnya
tersebut. Dan kedzaliman ini akan menimbulkan
kerusakan pada tubuh tersebut. Misalnya jika
seseorang mengabaikan hak makan atas perutnya
dan hanya mengisi hidupnya dengan penuh shalat.
Maka sudah tentu tubuhnya akan lemah. Atau ketika
seseorang mengabaikan hak istirahat untuk
tubuhnya, maka tubuh akan segera rusak dan sakit.
Sehingga dengan demikian, ia tidak akan bisa
berbuat baik untuk seterusnya. Bahkan mungkin ia
akhirnya akan menjadi beban bagi orang lain.
Dalam sebuah riwayat dikatakan, bahwa suatu saat
ada tiga orang mengunjungi rumah istri-istri
Rasulullah SAW dan menanyakaan tentang ibadah
beliau. Ketika mereka mendapatkan penjelasan
tentang ibadah beliau, maka mereka ini seolah-olah
menganggap ibadah Rasulullah SAW terlalu ringan.
Mereka mengatakan, ”Kita jangan menyamakan
dengan Rasulullah SAW. Bukankah beliau (beribadah
ringan tersebut karena) telah diampuni dosa-dosa
beliau, baik yang telah lewat maupun yang akan
datang!” Salah seorang diantara mereka berkata,
”Adapun saya maka saya akan shalat malam (tidak
akan tidur malam).” Yang lain berkata, ”Saya akan
puasa selamanya dan tidak akan berbuka.” Yang lain
berkata, ”Saya akan menjauhi wanita dan tidak akan
menikah selamanya.” Rasulullah SAW kemudian
datang kepada mereka dan berkata,
”Kaliankah yang mengatakan demikian demikian?
Ingatlah… demi Allah sesungguhnya aku adalah
orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada
Allah. Tetapi toh aku berpuasa dan berbuka, aku
shalat malam dan tidur juga, aku juga menikahi
wanita. Barangsiapa yang tidak menyukai sunahku,
maka ia bukan bagian dari golonganku.” (Muttafaq
‘alaih).
Ada satu riwayat lain yang menunjukkan bahwa yu’tii
kulladzii haqqin haqqah sangat penting untuk
dilakukan. Saat itu, Rasulullah SAW
mempersaudarakan Salman Al Farisi dengan Abu
Darda’ Al Anshari. Suatu saat, Salman mengunjungi
rumah Abu Darda’. Disana ia menemukan istri Abu
Darda’ berpakaian tidak rapi (nglombrot dalam
bahasa jawa). Salman kemudian bertanya, ”Ada apa
denganmu, kok pakaianmu asal-asalan begitu?” Istri
Abu Darda’ menjawab,”Saudaramu Abu Darda’ tidak
lagi membutuhkan dunia.” kemudian Abu Darda’
datang dan membuatkan makanan untuk Salman.
Setelah makanan jadi, Abu Darda berkata,”Makanl
ah… saya nggak makan karena puasa.” Salman
menjawab, ”Aku tidak akan makan sampai kamu
juga makan.” Kemudian mereka pun makan
bersama-sama. Ketika malam tiba, Abu Darda’
bermaksud shalat. Namun Salman menyuruhnya
tidur. Setelah tidur beberapa saat, Abu Darda’ bangun
dan akan shalat malam. Namun Salman masih
menyuruhnya tidur lagi. Ketika akhir malam tiba,
Salman berkata, ”Sekarang mari kita shalat!”
kemudian mereka shalat. Salman kemudian berkata,
”Sesungguhnya Tuhanmu mempunyai hak atas kamu,
dirimu juga mempunyai hak atas kamu, dan
keluargamu juga mempunyai hak atas kamu.
Berikanlah hak-hak kepada setiap pemiliknya.”
Kemudian Abu Darda’ mendatangi Rasulullah SAW
untuk mengadukan Salman. Rasulullah SAW
bersabda,
”Salmanlah yang benar.” (HR. Bukhari).
Apa yang dilakukan oleh Salman RA ini bukan berarti
bahwa Nggentur tirakat dilarang didalam Islam.
Salman dalam hal ini melakukan upaya therapy
(pengobatan) kepada Abu Darda’ yang telah
sedemikian tenggelam dalam kehidupan spiritual
sehingga ia mengabaikan sekian banyak hak-hak
kemanusiaan kepada istri dan keluarganya. Salman,
dalam hal ini berpendapat bahwa ketika sebuah besi
bengkok ke kanan, maka untuk menjadi lurus
kembali tidak cukup hanya dengan membengkokkan
kea rah tengah. Sebab jika bengkokan tersebut hanya
kearah tengah, maka dengan segera besi itu akan
kembali ke arah kanan. Nah, agar besi tersebut lurus
kembali, besi tersebut perlu dibengkokkan kearah kiri
agar kecenderungan bengkok ke arah kanan pada
besi tersebut membawa besi lurus kembali di garis
tengah.
Demikanlah kecakapan spiuritual Salman RA. Ia
memang menjadi salah seorang sahabat Rasulullah
SAW yang memiliki kapasitas untuk menjadi Mursyid
atau dokter spiritual. Hal ini terbukti dengan
kedudukan Salman sebagai salah seorang mata
rantai silsilah dalam sebuah tarekat dimana Salman
menerima kemursyidan tersebut dari Khalifah Abu
Bakar Ash Shiddiq RA.
KESEIMBANGAN DALAM KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT
Manusia bukan makhluk individu semata. Namun ia
juga makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran
orang lain untuk kelangsungan hidupnya. Untuk
makan sesuap nasi misalnya, dibutuhkan keterlibatan
banyak manusia. Bahkan bisa mencapai ribuan.
Seseorang yang akan memakan sesuap nasi pasti
membutuhkan alat-alat memasak. Dan adanya alat-
alat memasak ini melibatkan sebuah pabrik yang
melibatkan sekian banyak karyawan. Seseorang yang
akan makan sesuap nasi juga membutuhkan beras.
Tentu melibatkan petani yang menanam padi. Dalam
proses penanaman padi juga dibutuhkan peralatan
pertanian. Disini diperlukan keterlibatan pabrik alat-
alat pertanian yang melibatkan karyawan. Dan para
karyawan serta petani yang bekerja juga
membutuhkan pakaian. Maka disana juga melibatkan
penjahit, toko kain, pabrik pakaian dan demikianlah
seterusnya. Semua ini menunjukkan bahwa manusia
selalu membutuhkan kehadiran orang lain.
Dalam kehidupan bermasyarakat, sudah tentu
masing-masing manusia memiliki kewajiban untuk
menunaikan hak-hak orang lain. Seorang karyawan
berkewajiban menunaikan hak-hak majikanya. Ia
harus bekerja professional. Demikan juga seorang
majikan mempunyai kewajiban untuk menunaikan
hak-hak karyawanya. Hak untuk mendapatkan upah
misalnya. Seorang warga masyarakat juga memiliki
kewajiban terhadap warga masyarakat lain. Mereka
harus memberikan kenyamanan dan keharmonisan
satu dengan yang lain. Seorang pedagang memiliki
kewajiban untuk memenuhi hak-hak pembelinya
dengan bersikap jujur dalam berdagang. Demikian
juga seorang pembeli berkewajiban untuk mebayar
biaya barang yang dibelinya.
Demikianlah, maka keseimbangan dalam kehidupan
masyarakat sengat tergantung sejauh mana masing-
masing pihak manunaikan hak-hak pihak lain. Ketika
hak-hak pihak lain tersebut tertunaikan dengan baik,
maka disana akan ada keharmonisan kehidupan.
Namun sebaliknya, ketika hak-hak pihak lain di
abaikan, maka akan terjadi banyak kekacauan.
KESEIMBANGAN DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA
Salah satu karakteristik dari Syariat Islam adalah al
‘adaalah (adil). Artinya adalah bahwa salah satu
tujuan pelaksanaan Syariat islam adalah
tertunaikanya hak-hak masing-masing individu
secara penuh tanpa ada setu pihak pun yang
diabaikan haknya. Hal ini sesuai dengan prinsip yu’tii
kulladzii haqqin haqqah. Allah SWT berfirman:
”Bersikap adillah, karena keadilan itu mendekatkan
kepada takwa.” (QS. Al Maidah: .
Dalam hal ini, masing-masing pihak komponen
Negara, yaitu rakyat dan pemerintah haruslah
menunaikan kewajibanya masing-masing. Penunaian
kewajiban ini pada dasarnya adalah pemenuhan hak-
hak pihak lain. Dari pihak rakyat, maka mereka harus
menaati keputusan-keputusan pemerintah. Allah SWT
telah memerintahkan kaum Mukminin untuk menaati
para pemimpin mereka dengan firman-Nya:
”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri diantara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.” (QS. An-Nisaa’: 59).
Rasulullah SAW berpesan,
”Kewajiban muslim adalah mendengarkan dan
menaati (pemimpin) dalam apa-apa yang ia sukai
atau ia benci. Kecuali jika ia diperintahkan untuk
maksiat. Maka sama sekali ia tidak boleh
mendengarkan dan menaatinya.” (HR. Muslim).
Sebaliknya pula, seorang pamimpin haruslah juga
memenuhi hak-hak rakyatnya. Hal ini karena Islam
pada dasarnya adalah agama keadilan dan
pembebasan dari berbagai bentuk penindasan dan
kedzaliman. Rasulullah SAW adalah manusia yang
gandrung kepada keadilan,beliau bersabda,
”Sesungguhnya mereka yang adil disisi Allah akan
berada di atas mimbar dari Nur. Mereka ini adalah
manusia yang adil dalam keputusan hukum mereka,
adil terhadap keluarga mereka dan adil terhadap apa
yang menjadi kekuasaan mereka.” (HR. Muslim)
Sedang terhadap mereka yang dzalim, beliau
bersabda,
”Barangsiapa yang oleh Allah diberi wewenang
terhadap orang muslim kemudian ia menghalangi
kebutuhan mereka, keinginan mereka dan
menghalangi kaum fakir dari kalangan mereka, maka
Allah juga akan menghalangi dia dari kebutuhanya,
keinginanya dan kefakiranya di hari kiamat.” (HR.
Abu Dawud dan At Trimidzi/ Riyadhush Sholihin hal
112).
Rasulullah SAW juga memperingatkan Mu’adz bin
Jabal ketika Mu’adz hendak baliau kirim ke Yaman.
”Takutlah engkau terhadap doa orang tertindas,
karena sesungguhnya antara doanya dan Allah tidak
ada pembatas.” (Muttafaq ‘alaih/ Riyadhush Sholihin
hal. 113).
Bukan hanya sampai disitu, Rasulullah SAW masih
mendoakan terhadap mereka yang dzalim dan adil
dengan doa sebagai berikut,
”Yaa Allah, siapa saja yang memegang suatu urusan
umatku kemudian mempersulit mereka, maka
persulitlah ia. Dan siapa saja yang memegang suatu
urusan umatku kemudian ia bersikap sayang kepada
mereka, maka sayangilah ia.” (HR. Muslim/
Riyadhush Sholihiin hal. 316).
Rasulullah SAW juga memesankan kepada umatnya
agar tidak menolong para penguasa dzalim. Beliau
bersabda,
”Akan ada sesudahku para penguasa yang berbohong
dan dzalim. Maka barangsiapa yang membenarkan
kebohongan mereka dan menolong mereka dalam
melakukan kedzaliman, maka ia bukan bagian dariku
dan aku juga bukan bagian darinya. Dai tidak akan
datang ke haudh (danau)ku.” (HR. At Turmudzi/
Shahih/ Al Mughni/ II/ Hal. 140).
Karena itulah, Islam pada masa awal –awal mendapat
sambutan yang luar biasa dari mereka yang
mendambakan keadilan. Di Makkah, kaum muslimin
banyak dari kalangan budak yang selama ini
mendapatkan penindasan dari para majikan. Di
antara mereka adalah Bilal, Sumayyah, Yasir, Amar
bin Yasir, Shuhaib dan masih banyak lagi. Mereka
adalah para budak yang kelak mendapatkan peranan
penting dalam peranan Islam.
Ketika kaum muslimin meluaskan dakwah mereka di
Syiria, mereka mendapatkan sambutan yang luar
biasa dari penduduk asli Syiria, walaupun mereka
beragama Kristen. Majalah Kristen Pensyil edisi 38/
1999 memuat salah satu surat masyarakat Kristen
Syiria kepada Ubaidah, Jendral Islam yang memimpin
misi Islam saat itu, mereka menulis surat sebagai
berikut, ”Saudara-saudara kami kaum muslimin,
kami lebih bersimpati kepada saudara daripada
orang-orang Roma/ Byzantium, meskipun mereka
seagama dengan kami. Karena saudara-saudara lebih
setia kepada janji, lebih berbelas kasih kepada kami
dengan menjauhkan diri dari tindakan-tindakan yang
tidak adil. Pemerintah Islam lebih baik dari
pemerintah Byzantium, karena orang-orang
Byzantium itu telah merampok harta-harta dan
rumah-rumah kami.”
Bambang Noorsena, seorang pemimpin Gereja
Ortodox Syiria di Indonesia menulis dalam majalah
diatas, ”Justru di kalangan Kristen Ortodox Syiria
dikenal sebuah slogan,’Segala puji bagi Allah yang
telah membebaskan kami dari kekuasaan Kristen
Yunani yang menindas kami, kemudian
menempatkan kami dibawah penguasa Arab Muslim’.
Sebab harus diakui bahwa penguasa Arab Muslim
memang menjamin keselamatan jiwa, harta, Gereja
dan salib-salib mereka, seperti yang dijamin dalam
piagam yang dibuat Nabi Muammad SAW dan
sahabat-sahabatnya.”
Inilah wujud prinsip keadilan Islam. Seorang Muslim
tidaklah pantas untuk terlibat dalam kedzaliman
kepada siapapun, walaupun kepada seorang kafir.
Ketika kemudian datang masa penguasa dzalim
memerintah dunia Islam, maka Islam pun selalu
mempersembahkan para pejuang keadilan yang
lantang berbicara di depan para penguasa. Diantara
mereka adalah Imam Malik, Imam Abu Hanifah,
Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal atau Imam Al
Buwaithi (murid Imam Syafi’i), Imam Sa’id bin Jubair,
Imam Zaid bin Ali dan masih banyak lagi yang lainya.
Semoga mereka selalu mendapatkan keridhaan Allah
SWT, amien.
Tuesday, November 26, 2013
FUNGSI MANUSIA DIHIDUPKAN
Fungsi Manusia Dihidupkan
Marilah kita renungkan dan kita fikirkan dengan hati dan fikiran yang jernih tentang fungsi manusia dihidupkan oleh ALLOH Subhanahu Wata’ala di dunia ini.
Kita perhatikan firman ALLOH Subhanahu Wata’ala :
Artinya kurang lebih :
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat : ”Sesungguhnya AKU hendak menjadikan kholifah di muka bumi” (2- Al Baqoroh : 30)
Yang dimaksud “Kholifah” adalah Nabi Adam Alaihissalam yang menurunkan seluruh ummat manusia. Jadisetiap manusia, sebagai keturunan Nabi Adam Alaihissalam dengan sendirinya sebagai ahli warisnya dan sekaligus menjadi Kholifah ALLOH di muka bumi. Secara Adami berarti setiap manusia mempunyai tugas kewajiban dan tanggung jawab menjalankan kekholifahan. Sebagai Kholifah ALLOH di bumi ummat manusia diberi tugas mengatur kehidupan dunia ini agar menjadi kehidupan yang baik dan benar yang diridloi ALLOH Subhanahu Wata’ala
Di dalam menjalankan fungsinya sebagai Kholifah ALLOH di muka bumi, manusia tidak bebas begitu saja tanpa arah, melainkan harus mengikuti haluan garis besar dan tujuan pokok yang harus dituju. Antara lain seperti yang telah ditetapkan di dalam Al-Qur’an Surat no. 51 Adz- Dzaariaat Ayat 56 :
Artinya kurang lebih :
“Dan tiada AKU menciptakan jin dan manusia melainkan agar supaya mereka beribadah mengabdikan diri kepada-KU” (51-Adz Dzaariyat : 56)
Jadi segala perbuatan dan tingkah laku manusia dalam segala keadaan, situasi dan kondisi yang bagaimanapun, hidup di dunia ini harus diarahkan untuk pengabdian diri (beribadah) kepada ALLOH Subhanahu Wata’ala semata-mata karena ALLOH (LILLAH) sebagai pelaksanaan tugas “LIYA’BUDUUNI”.
Shahabat Ibnu Abbas Radliyallohu anhuma seorang mufassir Al Qur’an yang terkenal sejak zaman Rosululloh Shollalloohu 'alaihi wasallam, menafsirkan kalimat “Liya’buduuni” dalam ayat tersebut dengan “Liya’rifuuni”. Artinya agar supaya jin dan manusia ma’rifat, mengenal atau sadar kepada-KU (ALLOH). Menurut Syekh Al-Kalabi disebutkan dalam Tafsir Al-Qurthubi, “Liya’buduni” ditafsiri “Liyuwahhiduuni”. Artinya agar men-tauhid-kan (memahaesakan)_AKU. Dua penafsiran tersebut ada keterkaitan satu dengan yang lain. Untuk men-tauhid-kan Alloh Subhanahu Wata’ala harus mengenal-NYA lebih dulu. Mana mungkin seseorang men-tauhid-kan Alloh Subhanahu Wata’ala sebelum mengenal-NYA. Jadi segala hidup dan kehidupan manusia (dan jin) menurut tafsir ini harus sepenuhnya diarahkan atau sebagai sarana untuk ma’rifat atau mengenal ALLOH Subhanahu Wata’ala Sang Maha Pencipta sampai bisa menyadari, meyakini dan mengi’tikadkan dalam hati bahwa segala sesuatu yang tercipta adalah ALLOH Subhanahu Wata’ala Sang Maha Pencipta-lah yang menciptakannya, sehingga dalam hati mengakui dan merasa bahwa pada hikikatnya tiada daya dan kekuatan melainkan dari ALLOH Subhanahu Wata’ala. Dalam istilah lain senantiasa men-tauhidkan (memahaesakan) kepada ALLOH atau menerapkan BILLAH;
Begitu pula ummat manusia tidak mungkin bisa melaksanakan pengabdian diri kepada ALLOH (LILLAH) dan man-tauhid-kan BILLAH sesuai dengan ridlo-NYA tanpa adanya pembimbing. Maka untuk membimbingnya ALLOH Subhanahu Wata’ala memilih di antara hamba-hamba-NYA dijadikan Nabi Pemimpin ummat, dan diantara Nabi-Nabi ada yang ditetapkan sebagai Rosul Utusan-NYA dengan dibekali Kitab Suci sebagai tuntunan hidup bagi ummat manusia. Nabi dan Utusan ALLOH Subhanahu Wata’ala yang terakhir adalah Junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rosululloh Shollalloohu 'alaihi wasallam dengan Kitab Suci Al-Qur’an sebagai pedoman dan tuntunan hidup manusia sampai akhir zaman / Yaumil qiyamah.
Dengan diutusnya Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam ummat manusia diwajibkan menyaksikan bahwa Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam sebagai Utusan Alloh dan mentaati atas perintah-perintahnya.Dalam pelaksanaan taat kepada Beliau disamping pelaksanaan amaliah lahiriyah tidak kalah pentingnya penataan niat / tujuan dalam batin / hati. Yakni dalam pelaksanaan taat secara lahiriyah disamping didasari ibadah semata-mata karena ALLOH (LILLAH) juga harus disertai tujuan mengikuti / mentaati Rosululloh (LIRROSUL). Penerapan seperti inilah yang dibimbingkan pula dalam Ajaran Wahidiyah.
Jasa seseorang tidak boleh diabaikan / dilupakan, melainkan harus diakuinya dan disyukuri, baik dengan ucapan dan perbuatan maupun dengan pengakuan / perasaan batin. Lebih-lebih jasa atas diperolehnya suatu ni’mat dan anugerah yang amat besar nilainya. Yakni karunia iman dan islam. Padahal dari sekian makhluq yang ada di alam ini tiada satupun yang berjasa kepada kita manusia melebihi jasa Rosululloh Shollalloohu 'alaihi wasallam yang “rahmatan lil’alamiin”. Tiada satupun amal kebaikan yang terlepas dari jasa Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam. Untuk itu setiap kita melakukan amal kebaikan seharusnya tidak melupakan jasa Beliau , bahkan harus selalu merasa bahwa segala kebaikan yang kita lakukan dan kita terima atas jasa Beliau Shollalloohu 'alaihi wasallam. Istilah Wahidiyah selalu menerapkan BIRROSUL.
Tiada seorang pun yang hidup di alam ini yang tidak memerlukan atau tidak berhubungan pihak lain. Kelahirannya saja di alam fana ini sudah memerlukan banyak pihak. Setiap ada hubungan dengan pihak lain di situ pasti timbul dengan sendirinya suatu hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Penyimpangan dan penyalahgunaan dalam pemenuhan hak dan kewajiban adalah suatu kezhaliman. Kezhaliman yang dilakukan oleh seseorang akan mengakibatkan gelapnya hati dan penghalangnya pintu kesadaran, keimanan, ketaqwaan kepada Dzat Maha Suci serta akan memperberat tuntutan di alam baqa’ nanti.Dalam Wahidiyah diberi bimbingan secara garis besar tentang kewajiban pemenuhan hak terhadap pihak lain yang diistilahkan dengan YUKTII KULLA DZII HAQQIN HAQQOH (memberikan suatu hak kepada yang berhak menerimanya) dengan prinsip TAQDIIMUL AHAM FAL-AHAM TSUMMAL-ANFA’FAL-ANFA’ (mendahulukan sesuatu yang lebih penting (aham) dan yang lebih besar manfa’atnya (anfa’)).
Penjelasan tentang apa yang diuraikan dalam muqaddimah ini Insya Alloh akan dibahas lebih luas di bawan ini. Mudah-mudahan bermanfa’at dan diriloinya fid-diini wad-dun-ya wal-akhirah. Amiin.
Ikhlaskan "LILLAH" Segala Amal Perbuatan
Segala amal perbuatan apa saja, baik yang berhubungan langsung kepada Alloh dan Rosul-NYA, Shollalloohu 'alaihi wasallam maupun yang berhubungan dengan masyarakat, dengan sesama makhluq pada umumnya, baik yang wajib, yang sunnah maupun yang wenang, asal bukan perbuatan yang merugikan / bukan perbuatan yang tidak diridloi Alloh, melaksanakannya supaya didasari niat dan tujuan hanya mengabdikan diri kepada Alloh Tuhan Yang Maha Esa dengan IKHLAS tanpa pamrih ! (LILLAHI TA’ALA).
Penerapan “LILLAH” umumnya ulama’ dan ummat Islam menyebutnya “IKHLASH”. Jika dua kalimat tersebut disatukan menjadi “Ikhlas Lillah”. Umumnya Ulama dan masyarakat umum mengambil kalimat yang depan yakni IKHLAS dan istilah dalam Wahidiyah mengambil yang belakang, yakni “LILLAH” dengan maksud agar lebih mengarah kepada tujuan yang pokok. Karena kalimat ikhlas sudah tercampur dengan pengertian “rela” atau “senang”. Seperti ucapan “saya ikhlas memberikan sesuatu kepada kekasihku”. Ucapan ini belum pasti didasari tujuan semata-mata karena ALLAH (LILLAHI TA'ALA). Kemungkinan besar karena kepada kekasihnya dia rela memberikan sesuatu. Berarti pemberiannya itu karena kekasih (Lil-kekasih) belum karena ALLAH (LILLH). Akan tetapi jika ucapannya “saya memberi seseuatu kepada kekasihku dengan LILLAH", berarti pemberiannya itu didasari ikhlas karena ALLAH (LILLAH). Selain itu dengan ucapan LILLAH sekaligus berdzikir kepada ALLOH.
Di kalangan masyarakat sering terjadi pengartian ikhlas yang salah kaprah. Misalnya ; ikhlas adalah “ketika seseorang melakukan amal ibadah dan setelah itu dia melupakannya seakan-akan tidak pernah beramal”. Dicontohkan seperti orang mengeluarkan ludah, Setelah itu dia tak pernah berangan-angan / tidak merasa kehilangan ludah. Penerapan seperti ini belum mengarah kepada tujuan ibadah karena ALLAH (belum LILLAH); Masih dimungkinkan pelaksanannya itu karena selain ALLAH. Yang lebih tepat ungkapan tersebut digunakan untuk menjaga kemurnian ikhlas LILLAH. Supaya ikhlas LILLAH-nya tidak rusak dengan timbulnya riya (pamer) atau membanggakan diri (ujub), maka di antara cara menjaganya seperti perkataan tersebut.
Ada lagi yang mengatakan : “Saya bekerja untuk mencari bekal ibadah”. Ucapan seperti inijika diterapkan dalam hati masih belum mengarah kepada tujuan LILLAH. Benarkah hasil kerjanya nanti untuk ibadah kepada ALLAH atau hanya untuk menuruti kesenangan nafsuinya ? Masih belum jelas dan dikhawatirkan penyalahgunaannya. Sedangkan bekerjanya itu sendiri bisa langsung dijadikan ibadah karena ALLAH. Jadi yang lebih tepat adalah “Saya bekerja karena ALLAH (LILLAH)” atau karena melaksanakan perintah ALLAH, atau semata-mata beribadah kepada ALLAH. Seamuanya merupakan penerapan “LILLAH”.
Syekh Sahal At-Tasturi berkata ;
“Penerapan ikhlas adalah hendaknya gerak diamnya seseorang, baik pada saat sendirian maupun ada orang lain semata-mata hanya karena ALLAH Ta’ala (LILLAH), tidak dicampuri karena sesuatu baik dorongan nafsu, menuruti kehendak / kesenangan nafsu maupun pamrih duniawi lainnya” (Dikutip dari kitab At-Tibyan An-Nawawi Bab 4)
Jadi beribadah itu tidak hanya terbatas pada menjalankan syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji yang menjadi rukun Islam itu saja, juga tidak hanya terbatas pada menjalankan ibadah-ibadah sunnah seperti membaca Al Qur’an, membaca dzikir, membaca sholawat, dan sebagainya. Akan tetapi disamping itu semua, segala gerak gerik manusia, segala tingkah laku dan perbuatannya, sepanjang tidak melanggar larangan ALLAH Subhanahu Wata’ala, harus dijadikan sebagai pelaksanaan ibadah kepada ALLAH Subhanahu Wata’ala. Jika hidup manusia ini tidak selalu diarahkan untuk pengabdian diri / beribadah kepada ALLAH, ini berarti manusia telah menyimpang dari haluan hidup dan tujuan dihidupkan sebagaimana yang digariskan ALLOH Subhanahu Wata’ala dalam Al-Qur’an Surat no. 51 Adz- Dzaariaat Ayat 56 :
Artinya kurang lebih :
“Dan tiada AKU menciptakan jin dan manusia melain-kan agar supaya mereka beribadah mengabdikan diri kepada-KU” (51-Adz Dzaariyat : 56)
Penyelewengan / penyalahgunaan mandat merupaka suatu kesalahan yang harus segera ditobati.
Salah satu syarat yang prinsip yang harus diterapkan dalam hati ketika menjalankan ibadah atau amal perbuatan yang bernialai baik adalah adanya tujuan (niat) di dalam pelaksanaannya. Setiap niat yang baik bisa diikut sertakan dalam tujuan beribadah. Akan tetapi sebagai pondasi yang harus dikokohkan yang seandainya pondasi tersebut hancur akan hancur pula semua yang terbangun di atasnya, yaitu niat beribadah karena ALLOH (LILLAH). Jika tidak disertai niat beribadah, atau ada tujuan yang tidak benar, apapun macamnya perbuatan, perbuatan taat sekalipun, amal perbuatan tersebut bisa jadi tidak dicatat sebagai ibadah.
Suatu contoh pelaksanaan sholat fardlu atau sunnah. Jika pelaksanaannya tidak didasari karena ALLAH (LILLAH), misalnya karena ingin memperoleh pujian atau sesuatu dari orang lain, maka sholat tersebut belum bisa dinamakan pengabdian kepada ALLAH yang murni semata-mata karena-NYA (LILLAH). Tapi masih karena selain ALLAH. (Lighoirillah). Amal ibadah yang karena selain ALLOH itu namanya amal “LIN-NAFSI” (hanya menuruti nafsu) atau menyembah nafsu. Padahal ALLAH Ta'ala tidak akan menerima suatu amal kebaikan (ibadah) yang pelaksanaannya karena selain-Nya. Ini namanya “syirik khofi fil-'ubudiyah” (menyekutukan tujuan dalam pelaksanaan ibadah dengan selain ALLAH);Sekalipun diistilahkan “khofi” tapi tetap berbahaya dan terkecam. Lebih-lebih merupakan suatu amal batin/ dilakaukan dalam hati.
Begitu pula amal-amal ibadah fardlu dan sunnat lainnya; Sekalipun sudah tepat syarat dan rukunnya dalam pelaksanaan lahirnya akan tetapi tidak LILLAHdalam hatinya, namanya penipuan kepada ALLAH Subhanahu Wata’ala , kepada dirinya sendiri dan kepada orang lain. Hal inisangat berbahaya karena akan ditolak oleh ALLAH Subhanahu Wata’ala. Firman ALLAH (Q.S. 2 Al-Baqarah : 9) artinya : “Mereka menipu ALLAH dan orang-orang yang beriman. Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedangkan mereka tidak merasa”)
Begitu pula sebaliknya; jika suatu amal ibadah yang sudah bisa disertai niat LILLAH akan tetapi pelaksanaan lahirnya tidak sesuai dengan aturan ALLAH dan Rasul-Nya, tidak tepat syarat, rukun dan adab-adabnya maka amal ibadah tersebut menjadi batal. Jadi dalam pelaksanaan ibadah disamping harus tepat tata cara pelaksanaannya secara lahiriyah, juga harus tepat niat dan tujuannya secara batiniyah, yakni semata-mata karena ALLAH (LILLAH);
Suatu perbuatan yang bersifat duniawi atau berhukum jawaz / mubah akan berobah menjadi amal ukhrowi atau amal ibadah jika pelaksanaannya didukung / disertai tujuan dan niat semata-mata karena ALLAH (LILLAH);Misalnya; pada saat nafsu seseorang menginginkan makan (bernafsu makan), saat itu pula hati mengarahkan keinginan nafsunya dengan merobah tujuan makannya. Yang semula “karena keinginan atau kesenangan” lalu dirobah menjadi “karena ALLAH(LILLAH)”, tidak karena kesenangan nafsunya. Dengan demikian makan yang dia lakukan itu bernilai ibadah karena ALLAH. Dia menjadi hamba ALLAH bukan hamba nafsu makan. Sekalipun sudah LILLAH namun urusan pelaksanaan syari’atnya makan harus tetap diperhatikan. Misalnya ; makanannya harus halal, diawali dengan bacaan Basmalah dan do’a sebelum makan, dan adab-adabnya supaya tetap dijaga.
Amal perbuatan yang harus didasari LILLAH hanyalah amal perbuatan yang baik, yang diridloi ALLAH. Perbuatan yang dilarang atau tidak dibenarkan oleh syari’at, yang merugikan pihak lain, dan sebaginya sama sekali tidak boleh didasari dengan LILLAH. Misalnya “saya berzina, mencuri, mabuk-mabukan, dll. semata-mata karena ALLAH”. Ini namanya pelecehan dan pengihinaan kepada ALLAH. Dosanya menjadi dobel.
Sabda Rosulullohmenegaskan hal niat ini sebagai berikut :
“INNAMAL-A’MAALU BIN-NIYYAAT, WA-INNAMAA LIKULLI-MRI-IN MAA NAWAA, FAMAN KAANAT HIJROTUHUU ILALLOOH I WAROSUULIHI FAHIJROTUHUU ILALLOOHI WAROSUULIH. WAMAN KAANAT HIJROTUHU ILAA DUN-YAN YUSHIIBUHAA AW ILA-MRO-ATIN YANKIHUHAA FAHIJROTUHU ILAA MAA HAAJARO ILAIHI”
Artinya lebih kurang :
“Sesungguhnya segala amal perbuatan itu ditentukan (dinilai) menurut niatnya; dan sesungguhnya yang diperoleh seseorang itu sesuai dengan yang dia niatkan. Maka barang siapa hirahnya (amalnya) semata-mata menuju Alloh (LILLAH) dan mengikuti Rosul-Nya (LIRROSUL) maka hijrahnya itu sampai kepada Alloh wan Rasul-Nya. Dan barang siap hijrahnya hanya untuk memperoleh harta dunia atau karena seorang wanita yang akan dinikahinya maka hijrahnya hanya sampai pada yang dia tuju” (Riwayat Bukhori, Muslim dan lainnya dari Umar Ibnul Khottob Rodiyallohu anhumaa.)
Penerapan LILLAH ini letaknya di dalam hati. Kelihatannya seperti sesuatu yang sepele (tiada arti) akan tetapi sangat menentukan sekali. Jika kurang mendapat perhatian atau kurang tepat penerapannya, bisa menghancurkan bangunan ibadah dan amal kebaikan secara keseluruhan. Begitu pula penerapan LILLAH ini tidak mudah, kecuali bagi orang yang mendapat hidayah dan taufiq dari ALLAH. Oleh karena itu disamping berlatih setiap saat juga harus berusaha bagaimana cara memperoleh hidayah dan taufiq tersebut. Cara untuk memperolehnya, dalam Wahidiyah, pengamalnya dibimbing untuk melakukan “mujahadah” dengan pengamalan Sholawat Wahidiyah dan selalu berlatih setiap saat menerapkan Ajaran Wahidiyah yang diantaranya adalah "LILLAH" ini.
Sekali lagi harus diingat bahwa yang boleh dan bahkan harus disertai niat ibadah LILLAH adalah terbatas pada perbuatan yang baik / yang tidak terlarang.
Adapun perbuatan yang melanggar syari’at atau undang-undang, yang tidak diridloi oleh ALLAH, yang merugikan, baik merugikan diri sendiri dan lebih-lebih merugikan orang lain, sama sekali tidak boleh dilakukan dengan disertai niat ibadah LILLAH. Harus dijauhi dan ditinggalkan. Betapapun kecil dan remehnya. Harus berusaha sekuat mungkin untuk menjauhi dan meninggalkan ! Dan pada saat menjauhi atau meninggalkan itulah yang harus disertai niat ibadah LILLAH. Jangan sampai dalam kita menjauhi atau meninggalkan munkarot itu didorong oleh kemauan nafsu. Harus LILLAH - beribadah kepada ALLOH, menjalankan perintah ALLOH(Subhanahu wata’ala) ! Titik. Tidak ingin begini dan begitu.
Ikhlas LILLAH di sini supaya dijadikan sebagai pondasi dari segala amal. Di atas pondasi itu dibangun berbagai bangunan amal perbuatan, termasuk tujuan / niat lain yang tidak bertentangan dengan syari’at. Misalnya; datang ke rumah saudara. Kedatangannya itu supaya didasari niat “LILLAAHI TA’ALA”Begitu pula tujuan / niat shilaturahim, memberi bantuan, dan sebagainya supaya didasari LILLAH. Sehingga kadatangan, shilaturahim, dan pemberian bantuannya masing-masing tercatat ibadah karena ALLAH. Demikian seterusnya di dalam kita menjalankan perbuatan-perbuatan yang tidak bertentangan dengan syari’at,. Jangan karena terdorong oleh kepentingan nafsu supaya begini dan begitu, agar tidak merusak dan menghancurkan nilai bangunan amal yang kita kerjakan.
Masalah pamrih atau berkeinginan terhadap sesuatu yang menggembirakan dan menyenangkan, ingin kepada kebaikan-kebaikan; seperti ingin pahala, surga dan sebagainya atau takut dari sesuatu yang menakutkan ; seperti kesusahan, penderitaan, siksa neraka dan lain sebagainya, itu diperbolehkan. Bahkan sewajarnya harus begitu. Sebab manusia tidak lepas dari sifat basyariyah yang mempunyai keinginan dan harapan serta kemauan-kemauan yang semuanya bersumber dari nafsu, dan nafsu itupun suatu anugrah Tuhan yang diberikan kepada manusia sehingga menjadi makhluk yang lebih lengkap dan paling sempurna di antara makhluk-makhluk lainnya. Maka nafsu seperti itulah yang harus diarahkan. Diarahkan ke arah yang telah digariskan oleh ALLOH (Subhanahu wata’ala); yaitu “Liya’buduuni” tersebut. Diarahkan untuk ibadah kepada ALLOH (Subhanahu wata’ala). Jika tidak diarahkan, pasti akan terjadi timbunan hawa nafsu yang serakah dan mengakibatkan penyelewengan dan penyalahgunaan yang akibatnya akan menghancurkan manusia itu sendiri. Bahkan bisa menghancurkan ummat dan masyarakat. Oleh karena itu di dalam berkeinginan atau pamrih seperti di atas harus disertai niat ibadah kepada ALLOH Subhanahu wata’ala dengan ikhlas LILLAH (semata-mata karena ALLOH).
Jadi lebih jelasnya, ketika kita bersembahyang, berpuasa, mengeluarkan zakat, menunaikan ibadah haji, membaca Qur’an, membaca dzikir, membaca sholawat dan sebagainya supaya disertai niat beribadah yang sungguh-sungguh ikhlas LILLAH. Jangan sampai kita melakukan semua tadi hanya karena ingin surga, ingin pahala, takut neraka, ingin terhormat, ingin terpuji, ingin kaya dan sebagainya. Begitu juga ketika kita bekerja, belajar, berjuang untuk bangsa, agama dan negara, mengurus dan mengatur rumah tangga, kita ke sawah, ke pasar, ke kantor, ke toko, dan ketika kita makan, minum, tidur, istirahat, mandi dan sebagainya dan sebagainya, selama bukan pekerjaan yang melanggar aturan supaya disertai dengan niat ibadah kepada ALLOH (Subhanahu wata’ala) dengan ikhlas semata-mata karena ALLOH (LILLAH) tanpa pamrih. Begitu juga ketika kita berkeinginan, berkemauan, berangan-angan, berfikir dan sebagainya harus disertai niat ibadah kepada ALLOH. (LILLAH). Jadi benar-benar melaksanakan pernyataan yang kita baca pada setiap sholat yaitu :
“INNA SHOLAATI WANUSUKII WAMAHYAAYA WAMAMAATII LILLAAHI ROBBIL-ALAMIIN”
“Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku adalah untuk ALLOH Robbil Aalamiin”.
dan menerapkan di dalam hati kandungan ayat yang sering kita baca di dalam Surat Al Fatihah : “IYYAAKA NA’BUDU WAIYYAAKA NASTA’IIN
Hanya kepada-MU (yaa ALLOH) kami mengabdikan diri
Dengan demikian bagi yang telah mampu menerapkan hal-hal tersebut boleh dikatakan hatinya senantiasa ber-tahlil :“LAA ILAAHA ILLALLOH” (TiadaTuhan melainkan ALLOH”).
Ilmiah dan pengertian mudah dipelajari / mudah dihafal. Akan tetapi disamping pengertian, perlu diusahakan penerapan dan pelaksanaan ilmiah yang sudah kita miliki. Tidak cukup hanya dipelajari, dibahas, diperdebatkan keshahihan dasar, didiskusikan, diseminarkan dan lain sebagainya. Kalau tidak diamalkan dan diterapkan dalam hati akan menjadi tambahan penyakit.
Sabda Nabi (Shollalloohui alaihi wasallam) yang artinya : “Sesungguhnya ALLAH Ta’ala tidak memandang bentuk lahiriyahmu (kepandaian, kemasyhuran, kedudukanmu) dan harta bendamu, melainkan Alloh Ta’ala memandang hatimu dan amal perbuatanmu” (H.R. Muslim dan Ibnu Majah dari Abi Hurairah, Rodliyalloohu’anhu).
Orang yang mempunyai ilmu akan tetapi ilmunya tidak diterapkan / tidak diamalkan, dia sangat terkecam sekali dan akan mengalami bahaya yang sangat berat. Di dalam kitab Nazhom Az Zubad Karangan Asy-Syekh Al-Allamah Ahmad bin Ruslan Asy-Syafi’i dikatakan :
“FA’ALIMUN BI’ILMIHII LAN YA’MALAN #MU’ADZDZABUN MIN QOBLI UBBADIL-WATSAN”
“Orang yang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya kelak disiksa lebih dahulu daripada penyiksaan para penyembah berhala”.
Jadi jelasnya, amal perbuatan apa saja, berupa sholat sekalipun, jika tidak disertai niat ibadah LILLAH otomatis disalahgunakan oleh nafsu atau LINNAFSI, menuruti keinginan nafsu. Dan nafsu adalah sebagai sarang iblis dan syetan. Kelak di neraka tempatnya. (Uraian tentang nafsu lihat hal Mujahadah dalam kolom lain di Harian Bangsa ini).
Di dalam Wahidiyah; dengan memperbanyak Mujahadah Wahidiyah disamping terus menerus melatih hati dengan niat LILLAH seperti di atas, Insya ALLAH pengamalnya dikaruniai banyak kemajuan dan peningkatan dalam hal beribadah kepada ALLOH dengan niat ikhlas LILLAH tersebut. Bahkan Alloh telah berjanji akan membukakan jalan kesadaran kepada-NYAbagi orang-orang yang sungguh-sungguh mau berusaha atau bermujahadah. Firman-Nya yang artinya : “ Dan orang-orang yangbersungguh-sungguh menuju kepada Kami, pasti mereka Kami tunjukkan jalan Kami”. (Q.S 29 AL-Ankabut 69).
Mari kita mengadakan koreksi kepada diri kita masing-masing. Sudahkah kita senantiasa berikhlash LILLAH dalam segala amal perbuatan kita yang baik ? Kalau sudah, kita harus bersyukur kepada ALLAH (Subhanahu wata’ala) karena keikhlasannya itu semata-mata karena fadlol dari-NYA. Kalau belum bisa ikhlas mari bersama-sama kita berusaha dan berlatih dengan sungguh-sungguh serta berdo’a semoga ALLAH (Subhanahu wata’ala) segera berkenan membukakan pintu hidayah-Nya kepada kita bersama. Amiin
DASAR-DASARBERAMAL DENGAN IKHLASH LILLAH
a. Firman ALLOH(Subhanahu wata’ala) dalam QS 98 : Al-Bayyinah : 5 :
“Padahal mereka tidak diperintah kecuali agar menyembah ALLOH dengan memurnikanketa’atankepada-NYAdalam(menjalankan) agama dengan lurus (dengan ikhlas LILLAH)”.
b. Firman ALLOH(Subhanahu wata’ala) dalam Q.S. 51 : Adz-Dzariyat 56 :
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar supaya mereka mengabdikan diiri kepada-KU”.
c. Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
“Sesungguhnya semua amal itu tergantung pada niat, dan seseorang mendapat balasan sesuai dengan niatnya. Barang siapa hijrahnya (beramalnya) menuju ALLAH (LILLAH) dan Rasul-NYA (LIRROSUL) maka hijrahnya diterima oleh ALLAH dan Rasul-NYA, dan barang siapa hijrahnya (beramalnya) untuk memperoleh materi atau mempersunting perempuan maka nilai hijrahnya sesuai dengan yang ditujunya ”. (H.R. Bukhori, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan An-Nasa-I dari Sayyidina Umar bin Khotthob )
Yang dimaksud ”A’maalu” dalam hadits adalah semua amal perbuatan yang tidak bertentangan dengan syari’at baik berupa ucapan maupun perbuatan anggota badan lainnya. Nilai suatu amal sangat ditentukan oleh niatnya.
Jadi segala perbuatan dan tingkah laku manusia dalam segala keadaan, siatuasi dan kondisi yang bagaimanapun, hidup di dunia ini harus diarahkan untuk pengabdian diri / beribadah kepada Allah (Subhanahu wata’ala) sebagai pelaksanaan tugas “LIYA’BUDUUNI”.
d. Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam)bersabda :
“Ikhlaskan amalmu hanya kerena ALLOH (LILLAH) sebab ALLOH tidak akan menerima amal kecuali amal yang ikhlas kepada-Nya”.
e.Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam)bersabda :
Dunia seisinya dila’nat (dikutuk oleh ALLOH) kecuali sesuatu yang digunakan/ dilakukan semata-mata mengharap ridlo-NYA (Lillah)” (H.R. Thabrany)
KEUNTUNGAN BAGI YANG BERIKHLAS LILLAH
a.Firman Alloh (Q.S. 16 An-Nahl- 97) :
“Barang siapa mengerjakan amal shaleh (LILLAH), baik laki-laki maupun perempuian dalam keadaan beriman (BILLAH) maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.
Suatu amal perbuatan seseorang dinamakan shaleh menurut pandangan ALLAH jika dilakukannyadengan ikhlas semata-mata hanya karena-NYA (LILLAH).
b. Dalam suatu hadits, Beliau (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
“Ikhlaskanlah amalmu semata-mata karena ALLOH (LILLAH), maka sedikit amal dengan ikhlas sudah memadai (mencukupi) bagimu”. (HR Abu Mansur dan Ad-Dailami)
c., Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
“Tiada seseorang beramal dengan ikhlas karena Alloh selama 40 hari kecuali akan memancar sumber-sumber hikmah dari hati sampai ke lisannya”. (HR. Ibnul Juzy dan Ibnul Addy dari Abi Musa Al-Asy’ary, Ra ).
d. Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
“Barang siapa meninggal dunia dia senantiasa berikhlas karena ALLOH semata (LILLAH) dan tiada menyekutukan-NYA (BILLAH) (pada masa hidupnya) serta menegakkan sholat dan menunaikan zakat maka dia meninggal dunia dengan memperoleh ridlo Alloh “ (H.R. Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Anas bin Malik)
e. Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
“Barangsiapa cinta karena ALLOH (Lillah), benci karena ALLOH, memberi karena ALLOH dan menolak (tidak memberi) karena Alloh, maka sungguh telah sempurna imannya”. (HR. Abu Dawud dan Adh-Dhiya’ dari Abi Umamah dengan sanad shoheh).
f. Ditegaskan pula dalam hadits Nabi (Shollalloohui alaihi wasallam) yang lain :
“Alangkah bahagianya orang-orang yang beramal dengan ikhlas (LILLAH). Mereka itulah sebagai lampu-lampu petunjuk yang menghilangkan kegelapan fitnah"(HR. Baihaqi dan Abu Nu’aim dari Tsauban)
g. Ikhlas menurut Imam Ghozaly adalah diam dan geraknya seseorang itu hanya karena ALLOH. (LILLAH) Begitu pula Syekh Zaini Dakhlan berpendapat bahwa ikhlas itu adalahkesamaan antara lahir dan batin bagi seseorang dalam menjalankan suatu amal; Artinya secara lahir ia menjalankan amal sesuai perintah Alloh, dan hatinya berniat semata-mata karena ALLOH (LILLAH). Disamping itu ia tidak akan berubah karena keadaan; baik ada orang maupun tidak.
KERUGIAN DAN KECAMAN BAGI YANG TIDAK MENERAPKAN LILLAH
Orang yang tidak menerapkan ikhlas LILLAH termasuk dalam firman ALLAH yang artinya :
“Mereka menipu AlLLOH dan menipu orang-orang yang beriman. Sebenarnya mereka tiada menipu kecuali kepada dirinya sendiri sedangkan mereka tidak merasa” (Q.S. 2. Al-Baqarah 9)
Dalam Hadits Qudsi disebutkan :
“ALLOH berfirman: “Aku tidak memerlukan persekutuan dan Aku tidak memerlukan suatu amal yang dipersekutukan dengan selain-KU. Barangsiapa beramal dengan menyekutukanselain Aku (tidak murni karena Aku), maka Aku terlepas darinya”. ( disebutkan oleh Al-faqihAs-Samar-qondy dalam kitab Tanbihul-Ghofilin dari hadits Abi Huroiroh, Ra).
Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam) bersabda :
“INNALLOOHA LAA YAQBALU MINAL-AMALI ILLAA MAA KAANA LAHUU KHOOLISHON WABTUGHIYA BIHII WAJHUHU”
“Sesungguhnya ALLOH tidak menerima suatu amal kecuali amal yang ikhlas(LILLAH) dan dilakukan semata-mata mengharap ridlo-NYA”. (HR.Nasa’i dari Abi Umamah).
ALLOH (Subhanahu wata’ala) berfirman (Q.S.15Al-hIjr : 39-40 ) menghikayahkan ucapan iblis :
“Iblis berkata: “Yaa Tuhanku, sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku tersesat, pasti aku akan menjadikan mereka (manusia) memandang baik perbuatan ma’siatnya di muka bumi ini, dan pasti aku akan menyesatkan mereka, kecuali hamba-hamba Engkau yang berikhlas di antara mereka”.
Logikanya orang-orang yang tidak benar-benar beramal dengan ikhlas LILLAH dia dengan mudah akan diombang-ambingkan dalam kesesatan oleh Iblis. Sekalipun kelihatannya beramal baik kemungkinan besar di balik kebaikannya itu ada keburukan bahkan mungkin ada kejahatan yang berlindung. Apabila kejadian seperti ini tidak diperhatikan dan dibiarkan berlarut-larut mewabah ke lubuk hati setiap insan maka akan berakibat fatal. Penipuan (sekalipun dangan cara yang halus), penyalahgunaan hak, kerakusan, kemunkarotan dan sebagainya akan terjadi di semua sektor kehidupan masyarakat. Dengan demikian tidak mustahil lagi jika keadaan ummat manusia semakin tersesat dengan hawa nafsunya dan tidak memperoleh petunjuk dari ALLOH (Subhanahu wata’ala).
ALLOH (Subhanahu wata’ala)berfirman dalam(Q.S. 28 - Al-Qoshos 50 :
“Tiada seseorang yang lebih tersesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya serta tidak mendapat petunjuk dari ALLOH. Sesungguhnya ALLOH tidak akan memberi petunjuk kepada kaum (orang-orang) yangzhalim”.
Rosululloh (Shollalloohui alaihi wasallam)bersabda:
“Sesembahan di atas bumi yang sangat dimurkai ALLOH adalah hawa nafsu”. (HR. Thobroni dari Abi Umamah)
Al-hamdu Lillah, dalam situasi dan kondisi ummat manusia yang semakin tenggelam dalam lautan kegelapan hawa nafsunya, ALLOH berkenan memunculkan seorang hamba-NYA untuk menyingkap tabir-tabir kegelapan itu dengan menyebarluaskan bimbingan praktis menuju kesadaran kepada ALLOH . Hamba ALLOH yang dimaksud adalah Hadlrotus Syekh KH Abdoel Madjid Ma’rof, Muallif Sholawat Wahidiyah dan perumus Ajaran Wahidiyah.
Sebelum dan selama ini masalah ikhlash LILLAH, lebih-lebih penerapan BILLAH dan bimbingan lainnya masih terbatas di kalangan orang-orang khas (tertentu) saja. Belum banyak diketahui lebih-lebih diterapkan oleh ummat manusia secara umum. Bahkan masih ada pendapat bahwa LILLAH BILLAH itu hanya bisa dilakukan atau untuk para Waliyulloh saja. Bukan untuk ummat Islam secara umum. Pandangan tersebut sangat tidak beralasan. Karena Al-Qur-an, Al-Hadits dan syari’at Islam ditujukan kepada ummat secara umum. Khithabnya tidak hanya kepada para Waliyulloh saja.
Sekalipun di sana-sini sering menemui hambatan dan tantangan dalam penyampaian bimbingan tersebut, Alhamdu Lillah, dengan pelan-pelan akhirnya bisa dimengerti dan diterima oleh sebagian dari masyarakat. Haadzaa Min Fadhlillaah. Mudah-mudahan dengan dimuatnya dalam situs ini ALLOH (Subhanahu wata’ala) segera menyampaikannya ke dalam lubuk hati para pembacanya dan ummat masyarakat pada umumnya sehingga ummat masyarakat khususnya diri kita masing-masing dan bangsa Indonesia ini segera kembali mengabdikan diri kepada ALLOH (Subhanahu wata’ala). Amiin.
Mari hati kita sendiri khususnya dan ummat masyarakat pada umumnya selalu kita panggil dengan panggilan ALLOH (Subhanahu wata’ala) yang berbunyi “FAFIRRUU ILALLOOH” (Larilah kembali kepada ALLOH).
Ikhlas LILLAH adalah suatu pelaksanaan syari’at yang dilakukan oleh hati atau syariatnya hati. Sedangkan syari’at itu sendiri masih memerlukan adanya haqiqat. Yang dimaksud haqiqat di sini adalah bertauhid BILLAH. Karena syari’at (sekalipun sudah disertai LILLAH) tanpa haqiqat (BILLAH) bagaikan jasad tanpa nyawa, dan haqiqat (BILLAH) tanpa syari’at (LILLAH) bagaikan nyawa tanpa jasad. Jadi dianggapnya manusia hidup sempurna jikajasadnya berisi nyawa. Begitu pula amal ibadah dianggap sempurna jika LILLAH-nya diserati BILLAH.Bagaimana pengertian dan cara penerapannya ? Insya ALLOH pada kesempatan berikutnya bisa dibahas..
WALLOOHU A'LAMU BISH-SHOWAB.
Subscribe to:
Posts (Atom)